Minggu, 20 Juni 2010

Saling Menghormati, Saling Menghargai dan Saling Mengasihi

Pagi ini saya beli koran di depan rumah, lalu saya baca di salon. Ini adalah bagian pembuka paling penting. Koran yang saya baca adalah "Kompas". Saya tertarik membaca di bagian Tren yang tentang konsultasi psikologi, disana ada tulisan dengan judul "Sok Paling Kuasa Vs Realitas" yang ditulis oleh seorang Psikolog bernama Sawitri Supardi Sadarjoen. Saya pikir ini mulanya tentang politik ketika saya baca ternyata bukan dan ini saya ambil beberapa bagian dan mohon ijin kepada penulis ketika membaca tulisan ini.

"Dari bukti tatanan budaya manusia pada umumnya pun, posisi suami diletakkan lebih tinggi dari perempuan. Ungkapan lelaki pencari nafkah, pengayom keluarga, lelaki harus diladeni, lelaki penentu keputusan dalam keluarga, lelaki "seolah" mendapat pembenaran budaya untuk bersikap dominan dalam keluarga. Lelaki harus dihargai dan dibenarkan dengan cara apa pun untuk mempertahan tingginya harga dirinya dalam keluarga; lelaki selingkuh bahkan poligami tanpa seizin istri seyogianya dimaafkan; perempuan selingkuh harus diceraikan dan sebagainya."

"Ekses lanjut dari posisi tersebut, lelaki-suami sulit sekali meminta maaf bila bersalah, mau menang sendiri dan berbuat semena-mena, tanpa mempertimbangkan perasaan istri."

Yah, entahlah saya sedikit kesal membacanya atau kesal. Karena saya sering melihat yang seperti itu bahkan tidak sedikit orangtua yang bilang ke saya seperti itu. "Kamu harus nurut suami", "Suami harus diladenin", dan banyaklah. Saya pikir bukankah jika menikah maka sudah seharusnya saling menghargai dan saling menghormati bukan siapa harus nurut kepada siapa, perempuan juga berhak memilih bukan?

Nah, ini waktu itu saya lihat sepintas film televisi yang bejudul "Wagina Bicara" yang ditayangkan di SCTV. Disana ada kalimat yang saya tidak ingat persisnya tapi intinya ketika laki-laki selingkuh harus dimaafkan tapi kalau wanita maka akan dipersalahkan. Maaf kalau saya salah mengutip tapi yang saya tangkap begitu.

Ketika ada suami selingkuh akan ada banyak pihak yang bilang pasti istrinya enggak bener atau itu pasti dia digoda sama perempuan lain dan perempuan enggak bener juga, yang saya heran kenapa enggak laki-lakinya juga yang disalahin. Enggak semua seperti itu sih, tapi banyak yang saya lihat dan saya dengar juga.

"Saat ini kebanyakan perempuan berkeluarga, berkarya dan sekaligus berkarier, yang membuka peluang bagi perempuan untuk memperoleh penghasilan lebih tinggi, karya yang lebih berkualitas, dan karier yang lebih tinggi.

Sementara itu, justru dengan kondisi sosial-ekonomi yang dilanda krisis belakangan ini lelaki banyak terkena PHK, atau memang dasarnya malas berusaha dan menikmati hidup sebagai penganggur dan membiarkan perempuan-istri jungkir balik memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Ironisnya ungkapan-ungkapan keperkasaan tersebut tetap dipertahankan dan berlanjut dicari pembenarannya, lelaki-suami ingin diladeni lahir-batin, ingin diistimewakan, ingin di nomorsatukan dalam kehidupan berkeluarga".


Saya baca bagian ini sungguh kesal dan memang sangat ironis. Semoga tidak semua laki-laki seperti itu. Dan ini adalah penutup dari tulisan ini yang saya sangat suka.

"Jadi, masih bijakkah sikap kita terhadap masalah "sense of mastery" dalam era masa kini untuk tetap dibenarkan? Mengapa tidak mulai menempatkan posisi suami-istri sebagai mitra sejajar yang saling menghormati dan menghargai serta saling mengasihi tanpa pretensi apa pun, satu sama lain?"

Wow. saya benar-benar suka kalimat-kalimat terakhir. Saya sama sekali tidak bermaksud menyudutkan kaum lelaki atau mengangkat kaum perempuan karena saya yakin tidak semua seperti ini. Laki-laki dan perempuan itu masih makhluk ciptaan Tuhan dan sama-sama manusia, lebih indah kan jika tidak ada dominasi karena saling menghormati, saling menghargai dan saling mengasihi tentu lebih bahagia. Tuhan mengajarkan kita untuk melakukan itu bukan?

2 komentar:

CSB mengatakan...

hm. brati tinjauannya lebih ke posisi suami dan bukan -mengutip istilah kak choky yg sdh mendikah- pria single ya. krn ketika sdg pedekate ke wanita, pastilah posisinya pria itu di bawah. bermanis2. berbusa2. mungkin muncul juga kata2, "Kaulah ratuku. Apapun katamu, kuturuti."

Dan ketika sudah menikah berganti jadi, "Koe ini pembantuku. Nurut apa kataku!"

Yaa.. setidaknya itu yg telah saya -dan 9 dari 10 pria- lakukan kepada wanita. Permohonan maaf dari pria* kepada wanita tdk akan pernah cukup, -selain memberikan perasaan bersalah kepada pria dan kemampuan memaafkan yang tinggi kepada wanita-, Tuhan Yang Maha Adil pun melakukan suatu hal yang *bagi saya* amat mencengangkan. Ia meletakkan surga di bawah telapak kaki wanita.

Penulis Dunia Dua mengatakan...

hoho. yap tepatnya begitu, sperti orang pacaran juga banyak sih yang begitu.

saya juga sudah muak dengan laki-laki manis yang lagi pedekate, entah kenapa selalu pengen mukul karena benci kata-kata manis tipu daya.

haha. dan untungnya aku super pemaaf tingkat tinggi sekali.

Tuhan memang Maha Adil.