Minggu, 23 Juni 2013

Curhat tentang Ikhlas

Kadang, obrolan tiba-tiba dan panjang itu bisa bikin ngebuka sesuatu di otak yang ketahan. Barusan tiba-tiba sadar kalo bukan tiga tahun tapi lima tahun dan barusan juga sadar kalo ikhlas itu banyak hal.

Mungkin sebelumnya sudah sadar tapi enggak diucap sama mulut. Setelah beberapa waktu lalu itu ngobrol sama seorang teman dan nyuruh untuk ikhlas. Ikhlasin semuanya juga baiknya. Sejujurnya waktu itu bener-bener gak ngerti sama maksud ikhlasin juga baiknya. 

Lalu beberapa waktu dihabiskan dengan mikir tentang ikhlas jenis baru itu. Biasanya ikhlas kalo ngerasa dijahatin orang atau ikhlas karena kehilangan sesuatu. Nah, kan gara-gara nulis ilkhlas karena kehilangan sesuatu jadi sadar lagi.

Iya, yang bikin susah maju karena belum ikhlas sama masa lalu. Sering enggak ikhlas kalo dijahatin, bawaannya pengen bales. Kalo itu mungkin bisa dibilang wajar karena ya sakit dan emosi bikin pengen bales walaupun ujungnya enggak jadi. Tapi, kalo lagi keinget tetep pengen bales dan itu yang bikin enggak ikhlas.

Kalo dijahatin pengen bales jahat bisa diwajarinlahya, paling enggak sama gue yang manusia. Untunglah udah nemu di titik enggak mau bales sama sekali, bukan karena nanti Tuhan yang bales karena Tuhan kan enggak jahat. Percaya karma sih, entah karma atau sebab akibat atau juga hukum Newtonian ya pokoknya percaya, cuma emang udah enggak sebegitunya peduli dan pengen liat orang itu dijahatin.

Setelah itu sepertinya sampe di titik udah maafin walaupun belom bisa lupa dan ternyata setelah disadarin juga belom maafin penuh karena mungkin susah. Lagi-lagi ini diwajarin karena masih manusia, berusaha untuk maafin itu udah susah banget sampe udah maafin walaupun belom penuh juga udah perjuangan.

Sampe situ udah bingung karena kadang masih ada yang ganjel tapi enggak tau apa. Sampe seorang temen bilang disuruh ikhlasin. Nah, setelah dia bilang itu ngerasa udah ikhlasin, apapun itu yang enggak enak udah dimaafin dan berusaha dilupain. Bener loh, berakibat kadang suka lupa kalolagi cerita.

Lalu, dia bilang lagi untuk ikhlasin baiknya juga. Asli, itu dipikir sampe lama enggak ngerti, gimana caranya ikhlasin baiknya. Terus-terus dipikirin sampe bego dan tiba-tiba ketemu dan terjadilah sebuah tegur sapa.

Rasanya hilang semua yang udah terjadi bertahun-tahun lalu dan bisa coba buka-buka lagi. Sampe barusan banget akhirnya ngerti maksudnya ikhlasin baiknya juga. Masa lalu emang bikin enggak bisa maju kalo enggak diikhlasin semuanya.

Ternyata kalo mau maju bukan cuma perbuatan jahat yang diikhlasin tapi perbuatan baik juga. Akhirnya, setelah sekian lama jadinya lega. Ya, mungkin emang bukan untuk semua orang tapi paling enggak buat gue itu berguna banget.

Pengen bilang terima kasih banget sih sama temen yang bilang itu tapi mudah-mudahan dia tau kalo semua ini ada campur tangan dia dan berbaga pihak. Enggak tau kenapa tiba-tiba jadi curhat banget, yang mau geli setelah baca curhatan ini silakan tapi kalo udah baca-baca mending jangan nanya-nanya soalnya males ngejelasin yang dicertain itu siapa.

Percaya aja kalo gue mau cerita bakalan cerita jadi kalo gue enggak ceritain tandanya gue gak mau cerita dan jangan nanya.

Selasa, 18 Juni 2013

Setengah Buku

Hari sudah sudah pagi dan aku terbangun begitu saja tanpa alarm, suara ayam berkokok atau seseorang membangunkanku. Mungkin karena rasa kantuk memang suudah hilang. Aku masih berbaring sembari memerhatikan isi kamarku. Padahal isinya begitu saja tapi entah mengapa hari itu aku ingin.

Beberapa menit berlalu dan aku memutuskan untuk bangun. Aku langsung menuju jendela dan membukanya. Langit masih gelap tapi rasanya sudah pagi. Aku melihat lagi isi kamarku yang masih tidak berubah. Lalu aku duduk dan bersenandung.

Tiba-tiba aku ingat kalau aku punya buku yang belum selesai kubaca. Aku mencarinya ditumpukan buku dan melihat buku yang belum kubaca. Aku jadi bimbang, buku mana yang harus kubaca terlebih dahulu. Aku duduk dan berpikir sejenak.

Aku mengingat cerita di buku yang belum selesai. Aku membayangkan apa saja isinya. Lalu kujejerkan dua buku itu di atas meja. Kulihat buku yang belum kubaca, aku melihat sampulnya dan membayangkan isinya seperti apa.

Beberapa menit berlalu dan aku memutuskan untuk menyelesaikan buku yang belum kubaca. Aku merebahkan diri di kasur dan mulai membaca. Waktu terus berlalu, aku membutuhkan beberapa jam untuk menyelesaikan buku itu sampai akhirnya selesai.

Buku itu kutaruh di atas meja lalu duduk dan membayangkan isinya sambil menatap keluar jendela. Terbayang jelas dipikiranku isi buku itu, sesekali aku tersenyum dan kadang juga mengernyitkan dahi. Masih ada beberapa hal yang belum aku mengerti tapi sudahlah toh sudah selesai.

Aku melihat lagi sampul buku yang belum kubaca. Buku itu berwarna oranye, gambarnya sungguh rumit. Ada ikan, daun, biola, dan manusia. Buku itu tebal dan aku pikir akan butuh waktu lama untuk menghabiskannya.

Aku menatap lagi keluar jendela dan berpikir, "aku mulai membaca buku itu hari ini atau bermain keluar". Tapi langit masih saja gelap seakan tidak mengijinkanku untuk bermain. Padahal waktu yang kuhabiskan di kamar semenak bangun tidur sudah cukup lama tapi entah kenapa langit masih saja gelap.

Aku melamun, pikiranku terbang entah kemana karena setelah sadar aku tak ingat apa yang aku pikirkan. Sepertinya di mulai dari aku keluar dari jendela lalu aku tak ingat apa-apa lagi.

Aku membaca buku sajalah daripada tidak melalukan apapun. Aku buka halaman pertamanya dan anehnya buku ini tidak memiliki kata pengantar ataupun daftar isi. Oh iya, buku ini juga tidak memiliki sinopsis atau sekedar komentar dari orang-orang yang membaca buku ini. Menarik!

Tanpa sadar aku sudah membaca setengahnya tapi masih tidak mengerti apa-apa. Aku tetap tidak bisa berhenti membacanya. Aku perkirakan buku ini tentang pertemanan dua orang yang sama-sama tidak saling mengenal. Aku tidak mau menceritakan isinya nanti tidak membuat penasaran.

Aku merasakan cahaya matahari masuk melalui jendela. Oh rupanya jadi juga siang dan aku tergoda untuk keluar tapi buku ini belum selesai. Aku ingin sekali jalan-jalan dan menyelesaikan buku itu. Aku lagi-lagi diam.

Aku memilih untuk keluar karena hari ini aku telah menghabiskan buku yang belum selesai kubaca. Aku membuka lemari dan mengganti baju, aku menyiapkan barang-barang yang ingin kubawa bermain. Aku tidak membawa payung  walaupun tahu hari ini akan hujan, aku ingin bermain hujan.

Aku membuka pintu dan siap untuk berjalan-jalan. Sepanjang jalan sering sekali aku memikirkan tentang buku itu, buku yang aku belum mengerti isinya tapi menarik. Aku takut kalau sudah selesai kubaca tapi aku tetap tak mengerti isi buku itu, aku tak tahu harus bertanya kepada siapa.

Aku melihat kupu-kupu dan mencoba mendekat tapi ketika kudekati dia terbang, terus berpindah dari bunga yang satu ke yang lain. Akhinya aku meninggalkan kupu-kupu itu karena aku rasa dia tak mau aku ganggu dan aku ingat lagi tentang buku itu.

Aku tak tenang dan aku memutuskan untuk pulang. Aku berlari sekuat tenaga dan ketika sampai rumah aku langsung mengambil buku itu si termpat terakhir aku menaruhnya. Dengan napas yang masih belum teratur aku langsung membaca buku itu. 

Aku semakin tak mengerti dan kulempar buku itu jauh-jauh. Aku kesal karena aku tak mengerti dan tak ada yang bisa kutanya. Aku lagi-lagi diam dan membayangkan buku itu dan aku tetap tak mengerti. Aku semakin kesal.

Sudah ah, aku tak mau membaca buku itu. Aku mau ke toko buku saja mencari buku baru, mungkin aku bisa mengerti isi buku itu kalau aku membaca buku yang baru.

Minggu, 16 Juni 2013

Kamu Hilang Karena Dia

Tak sadar sudah ribuan hari, akhirnya aku berhenti dari kamu karena dia. Dia dan aku menjadi satu untuk berhenti dari kamu. Kamu akhirnya terlepas dari tubuhku karena dia. Dia lebih hebat dari kamu. Aku melepaskan kamu dari hati dan pikiranku karena dia.

Kamu seharusnya mengucapkan terima kasih karena dia. Karena seharusnya kamu yang melakukan itu tapi dia yang melakukan itu. 

Kamu tahu tidak? Karena dia, kamu bukan lagi penebar kata-kata bohong. Karena dia juga, semua perbuatanmu yang kurasa tak baik di aku menjadi samar kemudian menghilang.

Kalau saja kamu tahu karena dia aku tak lagi menganggapmu penipu. Semua karena dia. Karena dia hebat.

Semoga kamu tidak sedih ya karena dia tempatmu menjadi lebih kecil, yang tersimpan hanya kenangan baik tentangmu. Kamu memang tak tergantikan oleh dia, mana mungkin karena kalian berbeda. Hanya tempatmu semakin bergeser dan mengecil, semoga saja tidak hilang.

Termpatmu sudah benar-benar di masa lalu dan aku sudah hidup di masa sekarang. Kadang aku membayangkan masa depan tapi aku harus sadar kalau aku hidup di masa sekarang. Kamu semakin jauh.

Sekarang, untuk kamu bukan lagi sampai jumpa tapi benar-benar selamat tinggal. Kamu sadar kan? Aku tak lagi menggunakan mungkin untuk kamu.

Karena dia, untuk kamu benar-benar selamat tinggal.

Sabtu, 15 Juni 2013

Penghilang Harapan

Hadir tanpa tanggung jawab memenuhi ruangan.

Minggu, 09 Juni 2013

Tiga Permintaan Tak Terjawab

Suati hari yang cerah aku berjalan-jalan dan bertemu dengan jin yang dapat mengabulkan permintaan. Lalu aku berkata padanya, "kalau kamu ingin mengabulkan permintaanku, kamu aku beri tiga kesempatan untuk membuktikan kalau kamu mampu melakukan itu."

Jin itu tampak kebingungan dan aku tak mengerti. Akupun bertanya kepadanya tentang raut wajahnya yang bingung itu dan dia berkata, "semua orang yang kutemui begitu gembira melihatku dan biasanya langsung menyebutkan permintaan mereka tanpa ragu. Mengapa kau malah meragukan aku?."

Aku berkata di dalam kepala, " ini kan pertemuan pertamaku dengan Jin itu, mengapa aku harus percaya padanya kalau dia Jin dan akau mengabulkan tiga permintaanku. Hmmm, Jin yang aneh.."

Aku dan Jin bertatap-tatapan, mungkin dengan kebingungan yang sama. Lalu kuajak dia berjalan-jalan karena hari cerah maka aku mau berjalan-jalan eh malah ketemu Jin yang ingin mengabulkan permintaan.

Kami berjalan bersebelahan. Ah, aku lupa kami tidak berjalan bersebelahan karena dia terbang. Aku tidak tahu apa namanya ini yang jelas aku dan Jin itu bersebelahan, aku jalan dan dia terbang. Beberapa menit pertama tak ada obrolan karena aku tadinya berjalan-jalan sendiri.

Beberapa menit yang canggung sampai akhirnya Jin itu bertanya, "kamu sebelum ketemu aku mau kemana? kenapa sendirian? kenapa aku ingin memperlihatkan diri dihadapanmu? kenapa aku ingin mengabulkan permintaanmu?"

Jin ini memang aneh, setelah terjadi diam yang canggung lalu dia memberondong banyak pertanyaan. Dan beberapa pertanyaan itu harusnya dia yang menjawab sendiri tapi malah bertanya kepadaku. Aku menoleh dan memberinya senyuman sambil berpikir tentang jawaban dari pertanyaan itu.

Ketika aku sedang berpikir dia bertanya lagi, "kenapa kamu tersenyum? kenapa senyummu aneh? kenapa kamu menoleh? kenapa kamu memandang ke depan terus?."

Aku memutar bola mataku, mengerutkan keningku dan bibir sebelah kananku naik. Kataku dalam hati, "kenapa dia terus bertanya padahal aku belum menjawab satupun pertanyaannya? HHHhhhhh.."

Aku menoleh lagi ke arahnya sambil menaikkan alis kiriku dan yah akhirnya aku mau menjawab, "kamu tau kan hari ini cerah? kalau hari cerah aku maunya jalan-jalan dan sekarang sedang waktunya aku berjalan-jalan sendiri. Kenapa kamu ingin memperlihatkan diri dihadapanku? Kenapa kamu ingin mengabulkan permintaanku? Kamu sebelum bertemu aku mau kemana?
Aku memicingkan mata dan melihat sekitar karena aku lagi-lagi melihat muka bingungnya. Aku pikir dia akan bertanya lagi bukan menjawab pertanyaanku. Aku penasaran bagaimana caranya dia meyakinkanku kalau dia jin. Kalau benar, aku tak tahu permintaan apa yang ingin dikabulkan olehnya.

Sebelum dia menjawab sebaiknya aku bertanya lagi, "Hey, tadi kan aku bilang kalau aku ragu padamu bagaimana kalau kau ku beri kesempatan untuk menolongku tiga kali. Setelah itu akan kuijinkan kau mengabulkan permintaanku. Setuju?"

Ini sudah kesekian kalinya aku menoleh padanya dan kali ini dia juga menoleh padaku. Keningnya berkerut lalu dia berkata, "Aku? Menolongmu? Aku tak mengerti maumu. Apa bedanya aku mengabulkan permintaanmu dengan menolongmu?Kamu manusia teraneh yang pernah kutemui tapi terserahlah."

Tanpa terasa, tiba-tiba kami sampai ke rumah lamaku yang jarang kudatangi. Asal kalian tahu, rumah ini berantakan sekali. Persis seperti tak berpenghuni, banyak benda-benda rusak dan hilang. Sepertinya ketika tak ditempati banyak maling yang datang dan pergi. Aku pikir rumah ini pernah ditempati oleh pengemis di ujung jalan itu karena pernah kulihat dia keluar dari rumah ini dan menggunakan bajuku.

Binantang-binatang kotor pun senang menempati rumah ini. Beberapa kali kulihat tikus dan kecoa dengan kotoran dan bau mereka yang menebar di rumah ini. Memang sudah tak layak tinggal tapi aku sering mampir hanya sekedar mengingat apa yang pernah terjadi di rumah ini.

Aku meminta tolong Jin itu untuk merapikan rumahku tapi tidak menggunakan sihir atau apapun itu. Aku sedikit terkagum melihatnya langsung berkerja tanpa banyak bertanya, dia sepertinya tahu bagian mana yang perlu diperbaiki dan bagian mana yang perlu dibersihkan.

Aku perkirakan sekitar tiga jam kami membersihkan rumah ini dan aku senang melihat rumah ini rapih dan bersih. Aku memang sudah niat ingin kesini dan aku membawa kunci dan gembok baru sehingga tidak sembarang orang lagi bisa masuk kerumahku.

Setelah selesai kami pergi dan berjalan-jalan lagi. Aku merasa sangat bahagia, entah karena rumahku sekarang sudah bersih atau karena Jin ini. Aku merasa nyaman berjalan disebelahnya tidak lagi seperti pertama bertemu hari ini.

Tiba-tiba aku kesal. Kesal sekali. Aku bercerita padanya dan dia tidak mendengarkan. Lalu aku lari, kencang sekali tapi sesekali menoleh dan melihat raut mukanya yang begitu saja. Aku berlari semakin kencang dan membiarkan dia diam. 

Aku berteriak kearahnya, "kamu tidak dapat dipercaya! penipu! pergi!"

Setelah dia menghilang aku memikirkan apa yang terjadi dan terus bertanya-tanya, "kenapa aku begitu kesalnya karena tiba-tiba merasa nyaman tapi juga merasa dia tidak dapat diandalkan lalu pergi saja tanpa pembuktian apakah dia benar Jin yang mengabulkan permintaan."

Ah, sudahlah! Dia juga sudah hilang.

Rabu, 05 Juni 2013

Tamu

Sudah berhari-hari rumah itu berantakan tapi tak ada juga yang berani menyentuhnya untuk diperbaiki. Rumah itu memang selalu berantakan tapi hari-hari ini lebih dari biasanya. Dia kedatangan tamu, tamu yang dulu pernah datang. Sepertinya aku memang pernah lihat tamu yang itu, tamu yang beberapa kali datang dan biasanya cuma sekedar ngobrol.

Kali ini kuperhatikan sudah lebih dari sebulan, rasanya sudah lama sekali. Tamu itu sering diceritakan ke teman-temannya, tapi cerita cerita bohong. Semua temannya percaya dan suka mendengar cerita bohong itu. 

Tamu ini rajin sekali, sering membantu merapikan yang berantakan. Setiap hari menemani dia sambil sesekali bercerita. Rumah itu sempat terlihat berbeda bahkan dipandangan dia. Menakjubkan sekali!

Aku senang dengan tamu yang ini, rumah itu jadi nyaman dan hangat. Dia juga kelihatan bahagia.

Percaya tidak? Beberapa hari ini aku lihat dia murung tapi aku tak berani bertanya. Tamu itu masih ada tapi seperti tak tahu apa-apa. 

Aku lihat dia akan mengusir tamunya. Ah! Lagi-lagi diusir. Kasihan dia. Tamu itu benar-benar tak tahu apa-apa dan sekitarnyapun tak tahu apa-apa bahkan kupikir dia juga tak tahu apa-apa. 

Dia memang tak berani membiarkan tamunya lama-lama berada di rumahnya. Tak ada yang tahu bahkan dia juga tak tahu. Sudah kebiasaan sejak tamu terakhir yang lama sekali datang dan pergi sesuka hati, mungkin karena tamu itu sudah memiliki kunci.

Ketika tamu itu pergi sempat dia lupa mengembalikan kunci. Jahat! Sampai akhirnya dia harus membuat kunci baru sehingga tamu terakhir tidak lagi dapat masuk dan semua orang yang ingin masuk harus melalui ijinnya.

Aku penasaran, tamu yang ini sedang apa dan akan diapakan. Tamu ini akan pergi sendiri atau diusir? Dia masih murung dan teman-temannya begitu saja. 

Aku tahu dia pikir tamu itu sedang butuh bantuan makanya bertamu berhari-hari. Dia memang picik tapi ya begitulah dia memang dia. Kasihan dia.

Sekarang, tamu itu masih ada dan rumah itu berantakan.

Sabtu, 01 Juni 2013

Datang

Kamu itu beraninya mundur dengan alasan menjaga padahal ketika kamu mundur dia juga tidak terjaga. Pertahanan dirimu sebenarnya sudah sangat lemah sehingga sebenarnya kau hanya semakin menghancurkan semua yang sudah kau punya.

Kamu pantasnya disebut pengecut! Oh ya ya, kamu berani melakukan ini dan itu tapi ketika kamu pikir tak akan berhasil lalu kamu berhenti dan lupa, otakmu sudah tak bisa melupakan tapi terprogram untuk lupa hal-hal yang tak kau suka.

Kalau kamu berani mempersalahkanku tentang ini dan itu mengapa kamu tidak berontak dan melawanku. Beraninya cuma sekedar kata, kamu yang yang lebih pengecut. Najis!

Cukup! yang kalian lakukan menyakitiku apapun itu menyakiti. Dua-duanya menyakitiku, berhenti lalu pergi. Bajingan! Kalau mau berhenti kenapa mesti memulai padahal kan kalian tahu resikonya. Selalu begitu, kalau sudah begini aku yang menanggung ulah kalian. Bangsat!

Mengakulah! Kalian tak mau kan disalahkan! Biadab! Kalian pikir enak rasanya?! 

Anjing-anjing itu juga ikut menggonggong seolah lebih tahu mana yang salah dan mana yang benar. Bodoh! Kalian yang paling dekat denganku saja tak tahu apalagi mereka. Anjing!

Kalian tahu kan ini saatnya apa? Berhenti saling menyalahkan dan bantu aku! Jangan jadi bodoh lagi!


Kalian

Tangan terus bergerak mengikuti gerakan kepala tetapi tak meninggalkan bekas. Semua organ tubuh rasanya bekerja bersamaan mencari perhatian. Tak ada yang mau berhenti dan terus memberi tahu tentang hal yang sama. 

Ada lingkaran berputar di depan mata, sejak dulu tapi bukan putaran yang sama. Katanya tidak boleh sok tahu karena memang tak tahu. Tidak juga bisa bilang beda karena mungkin sama dan tidak bisa bilang sama karena mungkin tak sama. Semuanya itu jebakan.

Karena tak mau pergi maka berhenti dan tidak akan kemana-mana. 

Ah, aku tahu sebenarnya kamu maunya berjalan dua langkah tapi merasa tahu kalau dua langkah itu akan membuat berhenti dan mungkin mundur beberapa langkah.

Kamu ini sok tahu tapi tak pernah mau mengaku. Kamu itu tak pernah dapat apa-apa karena selalu begitu. Aku yakin yang akan kamu lakukan sama, seperti biasanya. Mengakulah! Kamu itu menyusahkan aku, selalu begitu. Apa kamu tidak bosan?

Kamu yang lebih sok tahu, merasa tahu segalanya. Padahal kamu tahu kalau yang aku lakukan ini menolongmu tapi kamu terus saja menyalahkan aku. Aku heran. Lain kali kalau bicara dipikir dulu, jangan seenaknya saja. Sungguh, kamu itu tak tahu terima kasih.

Kalian berdua ini sejak dulu selalu bertengkar. Aku lebih heran lagi, coba kalian pikir siapa yang sok tahu. Kalian itu bodoh, cuma mau berpikir apa yang sudah kalian pikir saja. Aku lihat tujuan kalian sama tapi kamu itu suka menyalahkan dia dan kamu selalu saja tak mau disalahkan. Aku lihat tak ada yang salah, entah apa yang kaliah salahkan itu.

Sudah berkumpul ternyata ya, setiap kali kalian bertiga selalu saja ribut. Sadarlah kalian itu saling menyalahkan tanpa berpikir apakah benar yang kalian salahkan. Aku sampai menggaruk kepala karena tak tahu lagi harus bilang apa.

Ah, bodoh kalian semua. Apa gunanya kalian kukumpulkan kalau kerjanya cuma berdebat. Debat kalian tak pernah penting, itu-itu saja. Kalau aku tanya siapa yang salah kalian akan saling menunjuk dan kalau kutanya siapa yang benar kalian akan menunjuk diri masing-masing. Berhentilah, sekarang kita harus saling membantu.

Terima kasih sudah datang dan terima kasih sudah membantu.