Jumat, 25 Februari 2011

Float : Mempertahankan Kualitas Melalui Lirik yang Unik dan “Nyentil”

Good things come to those who float, begitulah kira-kira yang ingin disampaikan sebuah grup musik yang resmi berdiri para tahun 2005. Hotma “Meng” Roni Simamora, Windra “Bontel” Benyamin dan Raymond Agus Saputra akhirnya memilih suatu nama yang tentu saja memiliki arti tersendiri, sebuah kesan ringan dan sebagai sarana kreasi tiap anggotanya, Float.

Musik yang bagus akan tetap menjadi yang bagus di hati penikmatnya, entah itu komersil atau tidak. Itulah tujuan utama sang vokalis yaitu membuat musik yang bagus. Mungkin kata idealis atau indie tidak pernah terlintas di pikiran mereka karena mereka sibuk menjadi narcissist, menikmati  karya sendiri tanpa berpikir akan idealis atau indie.

Float banyak terinspirasi dari lagu-lagu The Beatles. Sang vokalis sangat terinspirasi oleh Sting, Dave Matthews Band, Ismail Marzuki, Guruh Soekarno Putra, Erik Satie, Antonio Carlos Jobim, Queen, Harry Connick, Jr., The Doors, Tuck & Patti, dan masih banyak lagi. Sedangkan Windra dan Raymond cenderung lebih suka lagu-lagu yang ngerock seperti Pink Floyd, Led Zeppelin, Jimmi Hendrix, Radiohead, The Cure, dan lain-lain.

Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar nama Float, nama ini mulai melambung setelah berhasil mengisi soundtrack sebuah film yang berjudul “3 Hari untuk Selamanya”. Tapi Float tidak dimulai dari sana.

Tahun 2003, Windra Benyamin atau akrab disapa Bontel menawarkan Hotma Roni untuk memproduseri album solonya. Hal itu disambut dengan antusias oleh Meng, begitulah sapaan akrab sang vokalis.

Proyek ini sempat terhenti karena kesibukan masing-masing, hingga di suatu ketika Bontel menghubungi Meng untuk mengajak melanjutkan proyek yang tertunda tapi dalam bentuk band. Meng pun setuju karena pada saat itu yang paling penting adalah merekam lagu-lagunya. Maka muncullah lagu-lagu seperti “Stupido Ritmo’, “Pulang”, dan “No-Dream Land”.

Ya. Album pertama mereka memang hanya tiga lagu. Itu dikarenakan hanya tiga lagu yang baru siap dan mereka tidak sabar ingin pamer. Bontel memamerkan CD demonya kepada seorang teman yang bernama Ferry Lubis yang kebetulan kenal dengan Music Directornya “Prambors”, Anton. Lalu diam-diam memberikan CD demonya ke Anton.

Bontel yang merupakan visioner sejati pada masa itu, akhirnya mengajak untuk membuat mini album. Biaya produksi merupakan hasil patungan anggota Float. Semua dikerjakan sendiri mulai dari produksi sampai distribusi tapi untuk cover dikerjakan oleh Fero Utama dan video clip dikerjakan oleh Joe Gievano yang merupakan teman-teman mereka.

Lagu “Stupido Ritmo” dalam beberapa minggu menjadi peringkat satu di progam musik indienya Prambors, Nubuzz. Pada saat ini mini album yang dibuat 1000 buah sudah mulai disebar di distro Jakarta dan Bandung, beberapa lagi dikirim ke radio-radio yang ada disana.

Album kedua mereka yang merupakan Soundtrack “3 Hari untuk Selamanya” bisa dibilang merupakan album yang paling berhasil karena lagu-lagu mereka lebih dikenal publik dengan promo besar-besaran membuat Float sering tampil di televisi yang merupakan media yang paling mudah diakses.

1000 buah album mini yang diproduksi sendiri ternyata membawa keberuntungan dari Float, lagu-lagunya nyangkut di hati beberapa orang di Miles Production. Bontel yang pertama kali menerima tawaran dari Miles Production yang tentu disambut gembira oleh anggota Float yng lain.

Ceritanya waktu itu, Float sedang bermain di Tornado Coffee Kemang. Mira Lesmana dan Riri Riza berada diantara penonton. Ketika Meng akan ke toilet disana Mira Lesmana sudah siap untuk mencegat dan berkata “Jadi ya ngisi di film gw..!!!” dan dijawab dengan singkat “Iya laahh!!!”, sepenggal percapakan yang menarik dan disanalah album kedua dimulai.

Materi lagu yang sudah ada kebetulan cocok dengan cerita di Film “3 Hari Untuk Selamanya”, hanya perlu melakukan perubahan kecil. Dari semua lagu yang ditawarkan munculah lagu dengan judul “Biasa” yang dipilih untuk menjadi theme song tapi supaya lebih cocok dengan filmnya, judul dan beberapa liriknya diganti. Terakhir mereka meminta satu buah  lagu dengan judul “You’ll Have Your Band’s Name On The Wall” dan instrumental (music score) untuk beberapa adegan.

Berkat mengisi soundtrack film tersebut Float menyabet dua penghargaan sekaligus, Best Soundtrack pada Jakarta Film Festival dan Best Theme Song pada MTV Indonesian Movie Awards. Ternyata Float tidak hanya sukses di dalam negeri saja, lagu Float yang berjudul “Surrender” pernah menjadi theme song untuk promo serial “Heroes” season 2. Tidak hanya itu, lagu yang berjudul “Time” menjadi finalis John Lennon Songwriting Contest pada tahun 2006 dan “Surrender” menjadi semifinalis UK Songwriting Contest dua tahun kemudian.

Sebuah lagu akan menjadi sempurna jika didukung oleh lirik yang bagus. Tidak ada pedoman tertentu untuk membuat lirik lagu ataupun sebuah lagu. Lagu yang merupakan bagian dari seni tentu harus jujur sehingga mewakili perasaan dari pembuatnya.

Kekuatan dari setiap lagu Float dapat dibilang terletak pada lirik lagunya apalagi setelah menjuarai kontes-kontes penulisan lirik lagu. Meng sebagai penulis lirik lagu memang tidak pernah menulis lirik secara ekspilisit dikarenakan tidak cukup percaya diri untuk berterus terang dan menyukai metafora, sehingga lirik-lirik yang ada berfungsi mempunyai multi tafsir. Secara pribadi dia menjelaskan senang jika lirik-lirik yang dibuat mempunyai makna masing-masing di hati penikmatnya.

Inspirasi untuk membuat lirik lagu ternyata muncul dari kegiatan sehari-hari. “Macem-macem. Bisa dari pengalaman sendiri, dari ngobrol, dari nonton TV/film, dari baca buku, dari dengerin musik lain, dari jalan-jalan, dari bunyi-bunyian di sekitar gw”, begitulah tutur Meng.

Lirik lagu Float juga menggunakan beberapa bahasa, hal ini dikarenakan Meng merupakan seorang pecinta bunyi, segala macam bunyi termasuk bunyi yang dihasilkan kata-kata dari berbagai bahasa. Namun sejauh ini bahasa yang sering digunakan adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Lagu “Surrender” kalau kita perhatikan dengan seksama disana terdapat peribahasa Italia yang berbunyi Chi trova un amico, trova un Tesoro yang artinya seseorang yang menemukan teman menemukan harta. Lain lagi di lagu “Too much this way” kita bisa menemukan kutipan kalimat bahasa Prancis dari lagu “Michele” milik The Beatles. “Itu semua hanya karena gw suka dan memerlukan “bunyinya” tepat dimana mereka nongol di lagu-lagu tersebut. Setiap bahasa punya “bunyinya” yg unik. Dan “bunyi” adalah musik.”, cerita Meng.

Di setiap lirik Float jika kita perhatikan baik-baik memiliki arti tersendiri dan tidak melulu merupakan kisah percintaan seperti lagu yang sekarang banyak dipasaran. Lagu-lagu Float sering membahas tentang kehidupan sehari-hari yang nyetil dan membuat kita secara tidak langsung berpikir karena liriknya yang sering menggunakan pengandaian.

“Time” yang merupakan finalis John Lennon Songwriting Contest dibuat ketika Meng sedang iseng-iseng membuat musik elektronik menggunakan sequencer yang biasanya digunakan untuk menciptakan musik sesuai dengan selera penciptanya. Setelah lama bermain dengan sequencer, akhirnya jadilah musiknya sedangkan liriknya dibuat belakangan. Tema dari liriknya sendiri terinspirasi dari “Tommorow Never Known’s” milik The Beatles. Setelah itu dikasih ke Bontel, diubah sedikit aransemennya dan ditambah beberapa sound effect. “Di lagu ini yg bener-bener rekaman cuma vokal utama, vokal latar dan Remon dengan bassnya. Sisanya plastik (komputer)”, kelakar Meng.

Lain cerita dengan “No-Dream Land” yang diciptakan ketika Meng bekerja di sebuah perusahaan media. Lagu ini bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang absurd, sebuah kehidupan datar yang dijalani hampir oleh setiap orang. Ini tergambar jelas pada di sepenggal lirik berikut ini :

Running down the corridor in such fancy suit
to catch another 9 to 5
Hiding all your true desires and keep all of them mute
Seems the only way to survive

Lalu ditengah lagu ada penggalan lirik yang bisa menjadi motivasi bagi semua orang untuk berubah atau menjadi perubahan.  Hanya beberapa kata tapi sangat menohok bagi yang sedang menjalani  kisah tersebut ataupun sekedar memikirkannya.

Hoping someone starts the revolution.
Man, you know that we could be the one.

Tidak hanya lagu “Time” dan “No-Dream Land” yang memiliki proses unik. Banyak lagu dari Float memiliki proses tersendiri yang sering berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya sebuah lagu yang berjudul “Perlahan” yang juga merupakan hasil modifikasi. Lagu ini dibuat pada tahun 1995 tapi muncul ide baru untuk lagu ini sekitar tahun 2008 ketika Meng sedang menyetir mobil ditemani istri dan terjebak macet. Ternyata banyak hal yang diperbincangkan mulai dari kejadian yang akhir-akhir ini membuat orang Indonesia bertambah susah. Dimulai dengan korupsi, kejahatan, terorisme, krisis ekonomi, krisis sosial, kemiskinan, krisis kepemimpinan sampai ke krisis jati diri. Lagu “Kulihat Ibu Pertiwi” pun menjadi inspirasi di lagu ini. Perlu berhari-hari untuk menyelesaikan lirik ini, hingga diputuskan untuk menyisipkan sepenggal melodi dari lagu tersebut.

Tidak semua lagu Float berisi tentang kehidupan sehari-hari yang bisa menjadi bahan renungan, ada juga merupakan pengalaman pribadi, seperti lagu yang berjudul “Pulang”. Lagu ini dibuat ketika Meng masih kuliah di salah satu Universitas di Bandung sekitar tahun 1996.  “Setiap gw pulang, gw makin banyak ketinggalan cerita tentang perubahan di sekitar gw di Jakarta.” kata Meng. Lama kelamaan dia seperti merasa tidak kenal dan ingin kembali seperti dulu lagi. Pikiran ini muncul ketika dalam perjalanan pulang menuju kost-kostannya di daerah Ciumbuleuit. Selama di perjalanan muncul kalimat “I’m right on my way, I’m coming home. I’ve had enough days I’ve spent alone. I’m coming home” dalam benaknya. Setelah beberapa hari muncul kata-kata itu tiba-tiba muncullah kata-kata “dan lalu”, akhirnya diputuskan lagu ini menggunakan bahasa Indonesia karena lebih enak dan lebih “pulang”.

Kehidupan sehari-hari tentu saja ada yang berhubungan dengan tema percintaan, Float bukan hanya ciamik meramu lirik tentang sebuah prinsip hidup tapi juga lancar membahas percintaan bukan hanya dari satu sisi, ketika sedang jatuh cinta atau sedang patah hati tapi tentu saja dengan lirik-lirik cerdas yang sesuai dengan realita sehingga membuat kita jadi senyum-senyum sendiri.

Sebagai contoh lagu yang berjudul “Biasa” yang merupakan judul sebelum “3 Hari Untuk Selamanya”. “Biasa” diciptakan pada masa kuliah tahun 1994. Ketika sedang naksir anak baru di kampusnya, lagu ini sebenarnya ingin diganti liriknya tapi setelah berkali-kali dimainkan di depan publik akhirnya tidak jadi diganti. Pada lagu ini gitarnya sangat dipengaruhi oleh Tuck Andress dan Earl Klugh. Berikut cuplikan lirik “Biasa” yang bisa membuat kita tersenyum simpul atau bahkan membenarkan liriknya :

Reka-reka cara tuk mulai bicara
Sandiwara awali di semua cerita
Tumbuh sejuta asa di hati berharap terpenuhi
Terbuai paras jelita suka, memang hal yang biasa

Janj-janji terucap tanpa disadari
Kata hati tiada didengarkan lagi
Waktu berlalu suka pun jadi hasrat 'tuk memiliki
Cinta jelita masih dimata belum turun di hati

Hanya cukup dibaca sekali lirik ini sudah membuat pembacanya tersindir. Hal yang sehari-hari banyak dilakukan oleh sepasang kekasih yang baru memulai kisah percintaan. Hampir semuanya palsu karena ingin menarik hati lawan jenisnya.

Float memang unik dan inilah yang membuat penikmatnya selalu merindukan Float untuk sekedar tampil ataupun membuat album baru. Sayangnya dengan kesibukan masing-masing personelnya, Bontel yang bekerja lepas sebagai sound enginer dan jingle maker, Remon bekerja di bidang IT sedangkan Meng sendiri bekerja sebagai forografer lepas, Float memilki sedikit waktu untuk mempersiapkan album barunya. Tapi jangan khawatir dengan format baru, tidak dengan Bontel dan Remon, rencananya kalau persiapan cukup dan masih dapat waktu dan tempat Float bakal main di Java Jazz 2011 dengan materi campuran lagu-lagu lama dan tentu saja lagu-lagu baru. Semoga dapat mengobati kerinduan penikmatnya.

ps : tulisan ini pernah ikut lomba loh walau kalah saya tetep bangga.

5 komentar:

Unknown mengatakan...

Cindyyyy....!!!! Akhirnya kesampean juga baca blog ini. Tengkyu, tengkyu, tengkyu...!! Good luck buat semua2nya!

~ Meng ~

Penulis Dunia Dua mengatakan...

Wow. Akhirnya dibaca juga sama Bang Meng.
Makasih juga loh bang udah jadi inspirasi.
haha.

Irfan Teguh mengatakan...

lagu "ke sana" asli ga bosen2 didengerin...berasa terapung2 hehe...

Penulis Dunia Dua mengatakan...

Bener banget, denger lagu itu selalu bikin santai.

Unknown mengatakan...

Lagu lagu float seperti memiliki Ruh dalam setiap nada dan syair nya