Kamis, 20 Februari 2014

Ingatanku tentang Kamu

Yang aku ingat setiap pagi kamu selalu menggangguku. Menutup mataku keras-keras dan hanya terdengar suara kamu menahan tawa. Kalau kau lakukan itu setiap pagi seharusnya aku tak perlu lagi menebak kamu siapa. Aku selalu terganggu dan mengejarmu dan biasanya tak pernah kena.

Aku terganggu karena kamu mengganggu rutinitasku setiap pagi, duduk di depan kelas dan membaca komik. Aku suka datang pagi-pagi, saat sekolah masih sepi. Aku suka membaca komik sambil menunggu teman-temanku datang, tapi kamu selalu menggangguku setiap hari. 

Setiap hari sepertinya, bahkan ketika aku kesiangan dan tak sempat membaca komik. Kamu datang entah darimana dan menutup mataku keras-keras. Lalu berlari sekuat tenaga ketika aku mengejarmu, tak pernah sekalipun kamu mengalah agar aku dapat menangkapmu. Tapi syukurlah, aku tak tahu apa yang akan aku lakukan kalau aku berhasil menangkapmu.

Sepertinya hal itu jadi rutinitas kita, karena sempat aku mendengar salah satu temanku berkata kalau pagi hari tidak melihat kita berlari kesana kemari rasanya ada yang aneh. Ah! Aku terganggu sekali.

Dua hal yang sering kamu lakukan kepadaku. Menutup mataku dan memegang kepala sambil mengacak-acak rambutku. Dua hal itu membuatku kesal karena kulihat kamu hanya mengganguku dan yang bisa aku lakukan hanya mengejarmu. Selalu. Setiap hari.

Tiba-tiba salah seorang temanku bilang kepadaku, yang kamu lakukan itu untuk menarik perhatianku. Kamu tau tidak? Aku tertawa sekencang-kencangnya dan bilang hal itu tidak mungkin. Kamu itu orang paling iseng yang pernah aku kenal dan tak ada hubungannya dengan menarik perhatian.

Lagipula aku sedang tertarik pada seseorang. Seseorang tiba-tiba bilang kalau dia suka dan ingin menjadi pacarku. Aku tak ingat, rasanya ini bukan waktu yang bersamaan. Aku seharusnya menyimpan ini, aku hanya ingat kejadiannya tapi tak ingat kapan semua ini terjadi.

Aku kaget loh, bara-baru ini aku sedang mengingat kejadian itu semua dan tiba-tiba kamu menghubungiku. Bayangan beberapa tahun yang lalu itu muncul lagi tapi aku masih tidak ingat kapan kejadiannya. Sesungguhnya aku tak ingat kalau kita pernah menjadi kita.

Maaf. 

Aku hanya ingat kamu menutup mataku dan mengacak-acak rambutku. Aku ingat aku menunggumu tapi kamu tak pernah datang lagi sampai kemarin. Aku tak ingat apa yang terjadi dan sudah tak merasakan apa-apa tentang waktu itu. 

Aku hanya ingat kamu menutup mataku dan mengacak-acak rambutku. Aku senang karena mengingat waktu itu dan mengingatnya sambil tersenyum. Bagusnya ingatan aku tentang kamu yang tersisa hanya bagusnya.

Sayangnya, ketika aku ketik bagus barusan itu. Semua hal tentang kamu yang menyebalkan tiba-tiba muncul dan semua masih terekam jelas di diary aku. Aku rasa semua hal buruk yang terjadi padaku disembunyikan oleh ingatanku. 

Semua muncul tiba-tiba untuk mengingatkanku. Aku tidak menyimpan dendam dan ingin membalasmu tapi cukup mengingat saja, toh ingat hal itu juga tak membuatku marah tapi malah membuatku tersenyum.

Yah, aku tetap senang kamu menghubungiku.

Kamis, 13 Februari 2014

Rumah

Aku rasa kita tak mungkin saling melupakan.

Waktu itu hari sudah senja ketika kamu mengetuk pintu rumahku. Hari itu tak ada siapa-siapa selain aku dan isi rumahku yang berantakan, kurasa kau tak memperhatikan. Entah apa yang kamu lihat pada saat itu. Aku membuka lebar pintu rumahku tanpa takut padahal aku belum tahu siapa kamu.

Aku persilahkan kau masuk tanpa ragu. Kamupun masuk tanpa peduli meliaht sekitarku yang berantakan. Aku memang sedang malas, jadi tak kusentuh rumah itu sedikitpun. Toh isinya cuma aku dan aku tak pernah protes. 

Sampai saat ini aku masih heran kenapa hal pertama yang kamu tanyakan adalah cat rumahku yang berwarna coklat bukan mengapa rumahku berantakan. Sesungguhnya aku tidak sadar kalau cat rumahku berwarna coklat, itu sudah lama dan aku sudah terbiasa sampai aku tak memperhatikan rumahku sendiri.

Ketika kupersilahkan untuk duduk entah kenapa aku melihat kebingungan di wajahmu. Kamu menatap sofa merah di hadapanmu dan kursi coklat dipojok ruangan, aku tak mengerti. Aku duduk saja diujung sofa dan kamu memilih duduk di kursi coklat.

Kita terdiam sejenak dan pertanyaanmu kembali mengejutkanku, aku tak mengerti mengapa kamu ingin tinggal di rumahku. Rumah yang berantakan dan ingin kutinggal pergi saja dan hidup di hutan. Aku selalu suka hutan, aku tak tahu kapan aku tinggal di rumah ini sampai kamu tiba-tiba datang.

Lagi-lagi tanpa ragu ku-iya-kan permintaanmu. Tanpa ingin tahu siapa kamu dan apa maksudmu, aku hanya tahu kalau kamu baik. Entah kulihat darimana, tapi aku yakin. Aku rasa aku pernah mengenalmu tapi aku tak yakin. 

Setiap hari kamu pergi dan datang dimalam hari hanya untuk berbincang denganku dan menemaniku merapikan rumah ini. Mungkin bukan kamu yang menemani tapi aku yang menemani kamu karena aku tak ada keinginan untuk berbuat apapun untuk rumah ini. Begitu setiap hari.

Berbulan-bulan kamu terus melakukan itu, hanya tidak setiap hari. Mungkin karena sedikit demi sedikit rumah ini sudah bersih atau kamu tidak sengaja melihat sesuatu di kamar itu. Kamar itu memang seram, kamar di lantai dua yang jarang sekali kusentuh. Terlalu mengerikan.

Aku hanya sesekali kesana untuk memberi makan monster yang ada disana, makanannya susah dicari. Aku harus berburu ke hutan mencari pemburu-pemburu binatang dan mengambil hati mereka. Sekarang jarang orang yang berburu karena kudengar ada pemburu yang berburu manusia, mereka jadi takut berburu. Karena itu aku jadi susah mencari hati manusia.

Jahat sekali memang ada pemburu yang berburu manusia. Mungkin dia tak tahu kalau aku butuh hati manusia, pekerjaannya menyusahkanku. Masalahnya, monster itu kalau lama tidak diberi makan akan mengamuk. Mungkin dia mendengar atau melihat ketika monster itu mengamuk, makanya dia tidak datang sesering itu lagi.

Akhir-akhir ini semakin jarang, kadang sebulan kamu datang sebentar. Melihat sekitar yang sudah bersih dan menanyakan keadaanku lalu pergi lagi. Dua bulan, tiga bulan, empat bulan, satu tahun, dua tahun dan aku sudah tak menunggu kedatanganmu lagi.

Mungkin kamu sudah menemukan rumah baru atau benar-benar sudah melihat monster itu. Aku tak pernah tahu jawabannya karena kamu selalu pergi tanpa pamit bahkan ketika setiap hari kamu datang, kamu hanya datang begitu saja. 

Kadang terpikir untuk bertanya tapi aku sudah tak tahu kamu dimana. Mungkin pertanyaan terlalu rumit, ucapan terima kasih saja rasanya cukup.

Kalau nanti kamu datang lagi, sayangnya aku sudah tak berada di rumah itu. Rumah itu sudah rapih dan sudah kutinggalkan bersama monster itu didalamnya. Aku kembali ke hutan, ke tempat asalku, mungkin membangun rumah baru, menemukan rumah kosong, menemukan rumah yang berpenghuni atau juga menemukan kamu yang sedang mencari jalan untuk kembali ke rumah itu.

Seperti yang kubilang, aku rasa kita tak mungkin saling melupakan.