Senin, 31 Januari 2011

Modal untuk Sebuah Rasa

"You've gotta dance like there's nobody watching,
Love like you'll never be hurt,
Sing like there's nobody listening,
And live like it's heaven on earth."

— William W. Purkey
Saya sedang terkesima dengan kalimat diatas. Sungguh hanya orang hebat yang bisa mengatakan dan melakukan itu dan saya akan jadi salah satunya. Oh iya, saya tambahkan satu kalimat "menulislah seperti tidak akan ada yang membaca."

Ya. Saya yakin bahkan sangat yakin. Memang saya butuh komentar atau semacam masukan dari banyak orang tapi kalau setiap saya akan menghasilkan karya dan memikirkan tanggapan orang lain itu dapat dipastikan bukan saya.

Itu memang saya, tapi saya yang tidak jujur. Saya harus jujur karena itulah modal saya, mudah sekali bukan? Tapi susahnya bukan main.

Saya akan menulis ketika saya ingin tanpa ada paksaan darimanapun dan saya siap menerima resiko tulisan saya dikomentari apapun karena itulah hasil kejujuran saya.

Semua pasti tahu resiko berbohong, seperti buku sejarah SD yang tidak bisa dipastikan kebenarannya dibuat dengan nasionalisme tinggi dengan harapan anak-anak Indonesia cinta dengan negaranya atau buku sejarah negara manapun.

Biarlah mereka tahu yang benar walaupun masih kecil, apa jadinya anak Indonesia kalau dari kecil sudah diarahkan pikirannya. Jujurlah, tak perlu ingin terlihat keren karena kalau memang keren akan terlihat dengan sendirinya.

Saya jujur ketika menulis ini maka saya keren. Saya keren menurut saya, jadi selama menulis ini saya tak peduli yang baca akan berkomentar apapun.

Jujurlah untuk semua karya yang akan dihasilkan maka saya bisa lihat rasa yang kamu berikan disana dan di tulisan ini semoga kamu bisa lihat rasa yang saya berikan.

Antara Saya dan Mozart

Oke. Tadinya saya sempat kecewa karena ya saya masih manusia, tapi tidak lagi setelah saya ingat-ingat itulah usaha terbaik saya untuk mencapai apa yang saya inginkan. Jadi, ketika kalah atau menang ya saya sudah mencoba dan berani.

Saya sempat kesal ketika seorang teman bilang ini itu tentang tulisan saya, entah waktu itu dia melihat itu atau tidak tapi saya ingat tiba-tiba dia bilang "ya, emang susah kalo kamu pikir itu udah sempurna jadi enggak bisa diganti lagi". Saya tidak ingat persis kalimatnya waktu itu, tapi intinya seperti itu.

Saya jadi kaget ketika teman saya mengucapkan kalimat itu karena saya tidak sadar kalau saya tidak bisa mengubah tulisan saya karena memang sudah saya anggap sempurna. Bukan saya sombong tapi saya rasa itu memang sempurna, paling tidak dimata saya.

Persis seperti yang Mozart lakukan ketika operanya harus diubah dia bilang dengan pasti kalau karyanya sudah sempurna dan tidak mungkin mengubah sesuatu yang sempurna, tapi tunggu dulu itu Mozart yang jenius. Saya dan Mozart tentu berbeda, karena karyanya memang sempurna dan karya saya juga, dihadapan saya.

Mozart yang sempurna di hadapan saya tidak pernah menyerah untuk terus menghasilkan karya, maka saya yang sempurna dihadapan saya juga harus terus menghasilkan karya.

Jadi, jangan pernah bandingkan saya dengan Mozart. Yang pasti saya dan Mozart terus berusaha walaupun harus mengorbankan banyak hal. Saya siap, entah bagaimanapun hasilnya saya sudah berusaha dan berani.

Rabu, 19 Januari 2011

Belajar dari Iqbal Masih

Tulisan ini saya persembahkan untuk seorang anak bernama Iqbal Masih.

1983 - 1995

Iqbal masih adalah seorang anak laki-laki kelahiran Pakistan. Ketika berusia 4 tahun di jual sebagai budak anak dengan harga $16. Setiap harinya ia harus bekerja 12 jam di pabrik tenun, menjadi budak tentu tidak semudah itu ketika dia tidak mematuhi majikannya dia akan dikenai hukuman dicambuk atau dipukuli.

Suatu hari Iqbal melarikan diri ke kantor polisi. Sayangnya, perwira polisi disana berada di pihak pabrik tenun. Maka iya dikembalikan kesana dan kakinya dirantai oleh majikannya. Tapi perjuangannya tidak berhenti disana, pada usia 10 tahun dia berhasil melarikan diri dan bergabung dengan BLLF (Bonded Labor Liberation Front of Pakistan), sebuah kelompok yang didedikasikan untuk membebaskan perbudakan pada anak.


Dia tidak hanya bergabung dengan BLLF tapi juga menjadi seorang juru bicara dan dalam waktu dua tahun dia berhasil membebaskan 3000 anak dari perbudakan. Untuk mewawancarai anak-anak yang berada di pabrik-pabrik tersebut Iqbal menyamar agar bisa masuk kesana, sebuah usaha yang sangat berani.

Sebagai usahanya untuk mengakhiri pekerja anak terikat Iqbal pergi ke Amerika Serikat dan Eropa, dia juga menyerukan untuk melakukan pemboikotan karpet Pakistan. Akhirnya pada tahun 1992 ekpor karpet Pakistan mulai menurun dan Iqbal mulai menjadi "musuh" para mafia karpet.

Pada tahun 1995, ketika usia Iqbal 13 tahun dia dibunuh. Seorang anak yang meperjuangkan nasibnya dan anak-anak lain hidupnya diakhiri oleh orang lain. Pada tahun 1994, Iqbal dianugerahi Reebok Human Rights Award. Dan pada tahun 2000, ia secara anumerta dianugerahi The World’s Childrens’s Prize for the Rights of the Child.

Pada umur 13 tahun saya hanya seorang anak kecil biasa yang belum memikirkan tentang nasib anak-anak seusia saya tapi seorang Iqbal Masih berjuang untuk anak-anak lain sehingga akhirnya ia terbunuh.

Sekarang, saya bukan lagi anak-anak dan saya punya waktu lebih banyak dari Iqbal. Maka saya sudah seharusnya tidak menghabiskan waktu hanya untuk saya saja tapi untuk orang lain karena saya hidup di dunia tidak sendiri.

Seorang anak kecil yang sudah membuat saya malu karena di umur saya yang sudah mencapai 23 tahun saya belum melakukan sesuatu seperti yang Iqbal lakukan. Melakukan sesuatu untuk orang lain dan tulus.

Tulisan ini saya buat agar paling tidak bukan hanya saya yang tergerak untuk melakukan sesuatu.

Terima Kasih, Iqbal Masih.

Senin, 03 Januari 2011

Waktu : Detik

Aku mungkin tahu, pada hari ini di waktu ini dan di detik ini juga banyak hal yang sedang dilakukan dan terjadi pada manusia. Ada yang baru terlahir ke dunia, ada yang meninggalkan fisiknya, ada yang sedang kelaparan, ada juga yang sedang makan dengan lahap, ada yang baru putus cinta ada juga yang baru menjalin hubungan.

Ada yang berniat jahat ada pula yang ingin tobat, ada yang sedang mengambil uang orang ada juga yang uangnya diambil. Ada yang baru beristirahat ada yang baru melakukan aktifitas. Ada yang sedang mengambil gambar ada yang gambarnya sedang diambil ada yang sedang mencetak gambar ada yang sedang melihat album-album lama. 

Didetik ini juga ada yang punya ide ada yang sedang kesulitan ide. Ada yang dibunuh dan ada yang sedang membunuh. Ada pula yang pidato dan ada yang sedang mendengarkan pidato. Ada yang sedang dihujat dan ada juga yang dihujat. Ada yang sedang membenci dan ada pula yang sedang berkasih sayang.

Pada detik yang sama ini ada yang naik motor, mobil bahkan berjalan kaki karena belum mampu membeli kendaraan atau memang lebih memilih jalan kaki. Ada yang sedang belajar ada juga yang sedang bermain. Ada yang mulai bermimpi dan ada yang mulai mengejar mimpinya.

Ada yang sedang berharap dan ada juga yang harapannya baru dihancurkan. Ada yang sedih dan ada yang sedang bahagia. Ada yang sedang menetukan pilihan.

Semua terjadi di detik ini, di satu detik yang terlihat tidak berharga karena memang hanya satu detik tapi detik ini menentukan arah kita nantinya. Arah yang akan sama atau berbeda tapi detik ini tidak akan terulang karena waktu tidak pernah mundur. Maka setiap detik yang ada jadikanlah bermakna tanpa ada keinginan untuk diulang.

Dan di detik ini pula ada juga yang sedang membaca tulisan ini. Terima kasih.