Minggu, 27 September 2009

Hujan Permen

Aku melihat sebuah permen jatuh dan disusul oleh permen yang lain. Sangat banyak. Otakku berpikir, inikah yang namanya hujan permen. Aku melihat ke arah langit dan permen-permen itu benar-benar dari ujung langit. Aku mengambil sebuah ditanah, permen dengan bungkus berwarna oranye. Kubuka perlahan lalu kihirup aromanya, ternyata benar lalu keberanikan diri untuk memakannya.

Permen berwarna merah itu manis, sangat manis. Aku mengambil lagi dan terus memakannya tapi permen itu tak kunjung habis. Seketika kurasakan perutku sakit lalu gigiku pun sakit. Sial. Permen ini hanya manis di awal saja.

Aku berhenti. Berpikir lagi. Apa yang akan lakukan terhadap permen-permen ini. Permen ini manis tapi kalau kumakan banyak-banyak aku sakit, ingin kulewatkan tapi sayang melewatkan seuatu yang bagus.

Aku mengambil keranjang di rumah, lalu memasukkan semua permen ke dalam keranjang. Berjalan menuju keramaian, hari itu aku menjadi peri permen. Karena aku membagikan semua permen kepada orang yang tepat.

Aku hanya menyisakan satu untukku. Entah akan tetap untukku atau untuk orang lain lagi.

Selasa, 22 September 2009

Hujan dan Kosong

Akhirnya aku berhasil membunuhnya, aku membunuhnya dengan tangan dan hatiku. Karena dia sudah hilang dan akupun hilang.

Tiba-tiba hari itu menjadi cerah, dengan matahari yang bersinar dan burung-burung yang berkicau. Hari ketika dia mati menjadi sangat indah. Muncul tangan yang lain, putih dan bersih membuatku tertawa lagi.
Hari-hari setelah itu menjadi indah.

Tapi, entah tiba-tiba muncul awan gelap dengan suara petir bersaut-sautan. Aku tidak dapat bersiap untuk lari, karena saat itu juga awan gelap menyelimutiku. Hujan turun dengan lebatnya dan hilanglah semua. Eh? Kemana semua?

Ketika itu juga aku ingin membunuh semuanya.