Sabtu, 22 Agustus 2009

Rumahku Kosong

Aku mengambil benda perak itu di tempat biasa semua orang menaruhnya, lalu memasukkannya ke tempat yang tepat. Tangan kananku meraihnya dan mendorongnya kebawah, setelah itu aku melihat sebuah ruangan yang gelap dan sepi.

Aku mencari benda berwarna putih agar ruangan itu bisa kulihat. Sinar itu menyilaukan, mataku berkedip karena kaget. Aku bisa melihat semuanya dan isinya kosong. Mataku dapat melihat tapi aku tidak dapat melihat apa-apa.

Aku mulai melangkah, kulihat sekitar dan isinya tetap kosong. Lalu aku menuju ke ruangan terdekat, itulah kamar adik bungsuku. Dulu, aku selalu melihat dia tertawa. Dia adalah sosok laki-laki yang ceria yang selalu mencari apa yang baru dan dia sangat penuh kasih sayang.

Lalu aku menuju ke ruangan berikutnya, itu adalah kamar kakakku. Aku sering mengintip kakak perempuanku itu karena dia adalah orang yang tidak suka diganggu. Dia sangat suka melukis dan mendengarkan lagu.

Aku beranjak ke kamar orangtuaku. Oh, aku sangat merindukan mereka. Mereka selalu mendukungku dan memberikan kasih sayang yang penuh. Mereka selalu ingin berada di antara orang yang mereka kasihi.

Terakhir, kamar yang paling ujung. Kamar berpintu coklat dengan cat berwarna hijau itulah kamarku. Aku bisa melihat benda-benda yang ada didalam. Letaknya sama seperti terakhir kutinggal isinya penuh dengan boneka-boneka kesukaanku.

Sekarang aku benci semua itu karena mereka meninggalkan aku sendiri dan aku sepi. Mereka tidak lagi mendengarkan aku bahkan mereka tidak lagi menganggapku ada. Padahal terakhir kulihat aku hanya tidur ditemani benda yang berbunyi dengan satu nada. Setelah itu aku bangun lagi dan kembali kerumah, tapi tidak ada lagi yang mendengarku.

Tidak ada komentar: