Selasa, 07 Desember 2010

Pelajaran dari Hitler

Sekarang. Saya sedang berusaha membaca dengan baik Mein Kampf dan sudah sampai di Bab VIII. Nah, di Bab sebelumnya yang judulnya revolusi ada sebuah kalimat yang menurut saya keren sekali. Ini dia kalimatnya :

"...Ketika dalam perang-perang panjang bertahun-tahun maut mengambil banyak kawan perjuangan dari barisan kami, tampak bagiku hampir sebagai dosa untuk mengeluh -bagaimanapun, bukankah mereka mati demi Jerman? Dan ketika gas menjalar - di hari-hari terakhir peperangan sengit - menyerangku juga, dan mulai menggerogoti mataku, dan dibawah ketakutan akan buta selamanya; aku hampir kehilangan hati untuk sesaat, suara kesadaranku menggelegar dalam diriku: betapa buruknya, apakah kau akan menangis ketika kondisi ribuan lainnya seratus kali lebih buruk daripada kamu! Sehingga akupun menanggung luka dalam diam.Tetapi sekarang aku tidak tahan lagi. Hanya saja sekarang aku memahami bagaimana semua penderitaan pribadi menghilang ketika dibandingkan dengan kemalangan tanah air kita."

Saya jadi berpikir tentang pemimpin Indonesia dan mau tidak mau jadi terpikir juga tentang dunia politik Indonesia karena dua hal itu memang seperti tidak dapat dipisahkan untuk sekarang ini.

Saya termasuk yang tidak percaya dengan politik di Indonesia bisa saya buktikan dengan tidak ikut pemilu dan kalau dipaksa saya memilih untuk pura-pura tidur. Saya memilih untuk tidak memilih karena saya percaya tidak ada yang bisa saya percaya untuk menjadi pemimpin.

Kenapa saya berani bilang? karena seperti saya baru-baru ini dengar "Panas Dalam" bernyanyi, katanya jangan takut sama presiden karena masa jabatannya cuma lima tahun. Lagipula kekuasaan terbesar di Indonesia kan (katanya) Rakyat dan takutlah pada Tuhan.

Saya mengagumi sosok Hitler karena ketika dia ingin menjadi Fuhrer alasan terbesarnya adalah ingin menjadikan Jerman lebih baik dan berulang dikatakan di bukunya kalau dia mencintai Jerman. Kalau ada yang mau bilang jangan percaya bukunya karena itu bentuk propaganda saya malah mau bilang bahwa propagandanya berhasil.

Saya memang masih muda, labil, lucu dan tidak mengerti apapun. Jauh jika dibandingkan mahasiswa lain yang bahasanya susah dimengerti atau pejabat yang jago bahasa Inggris dan bahasa lebih susah dimengerti. Tapi dari lubuk hati saya yang paling dalam saya masih mencintai Indonesia.

Kalau saya diizinkan jadi Presiden Indonesia bukan Presiden BEM kampus saya, saya dengan senang hati ingin melakukannya karena saya punya modal cinta Indonesia dan saya makhluk muda yang suka perubahan.

Maka, saran saya yang tidak mengerti tentang dunia politik. Jika ingin menjadi pemimpin cintailah dulu rakyatmu dan tempat tinggalmu, gunakanlah bahasa yang mudah agar semua lapisan masyarakat bisa mengerti apa yang ingin kamu sampaikan, lalu bacalah Mein Kampf dan ambil positifnya.

Terakhir, saya masih berharap kalau calon pemimpin Indonesia cinta tanah air maka saya akan bangun pagi dan ikut pemilu.

Tidak ada komentar: