Selasa, 05 Oktober 2010

Gadis Penjual Korek Api

Aku sedang berjalan, hanya lurus tapi ujungnya tak terlihat. Kakiku merasa melewati batu-batu dan sebelah kiri dan kanan aku bisa melihat rumput dan pohon tapi gelap. Kurasa ini malam hari.

Aku terus berjalan dan kulihat bayangan yang semakin jelas. Jelas. Jelas. Itu bukan bayangan tapi kurasa manusia. Laki-laki lebih tepatnya. Hanya hitam dan menggunakan topi koboy. Kamu tahu? Yang besar dan bulat seperti di film karena aku belum pernah melihat koboy secara langsung.

Silau. Ada lampu yang menyala, aku jadi bisa melihat sang koboy. Ya, dia sangat mirip dengan yang ada di film. Menggunakan kemeja kota-kotak merah dan coklat, celana jeans biru dan sepatu coklat. Dia sungguh mirip koboy.

Aku ingin menyapanya tapi..baiklah akan kulakukan ketika dekat. Oh oh tidak, apa yang dia lakukan? Apa maksudnya? Dia menari! Menari! Bahagia! Ada alunan musik tapi ini bukan musik Country yang biasa disukai koboy, ini semacam lagu anak-anak karena nadanya ceria.

Aku tersenyum dan menggoyang-goyangkan kepalaku. Wow. Setiap gerakan tubuhnya membuat dia berubah. Kalian pasti tak percaya.

Kepalanya bergoyang lalu rambutnya berubah menjadi keriting dan merah. Tangannya bergoyang lalu keluarlah sarung tangan putih. Kakinya bergoyang dan sepatunya pun berubah menjadi biru dan sangat besar, kurasa itu kebesaran untuknya. Seluruh badannya bergoyang maka berubahlah bajunya menjadi merah, biru, putih dengan totol-totol dan perutnya membuncit.

Itu badut. Ah lucunya. Badut itu menari tapi tidak, dia sedih. Dia menangis. Bedak di mukanya luntur dan membuat jalanan menjadi putih. Tapi alirannya hanya menuju ke arahku.

Dia melihatku dan marah. Semua, seluruh tubunya tiba-tiba menjadi merah. Dia sepertinya marah besar dan aku hanya menatapnya dan dia menatapku. Dia menjadi api. Darimana datangnya api itu? Aku harus menolongnya.

Ketika aku ingin melangkah, apinya padam dan dia memakai baju merah, celana merah, sepatu merah dan topi merah. Perutnya masih buncit, oh bukan hanya perutnya tapi dia memang gendut.

Kurasa itu Santa, tapi ini bukan hari Natal. Santa tidak boleh ada jika bukan hari Natal. Santa harus pergi. Pergi.

Jangan sedih Santa, Santa tidak boleh berada disini. Santa lalu tersenyum dan memberiku sebungkus hadiah dari kantongnya.

Wah. Besar. Terima kasih Santa. Oh tidak, Santa pasti marah. Aku bahkan belum mengucapkan terima kasih.

Aku pulang saja dan aku di rumah. Rumahku besar, tapi tidak juga. Hanya saja tepat buatku. Kalian ingin tahu rumahku? Akan aku jelaskan.

Tidak. Itu tidak penting. Aku hanya ingin membuka kado. Kado yang besar. Kado ini sebesar tas ransel. Bentuknya persegi panjang seperti bantal hanya saja ini berat. Iya, iya, baiklah akan kubuka.

Aku lepaskan pita berwarna kuning di atasnya, lalu aku sobek perlahan kertas hijaunya. Seperti yang kuduga, ini kotak berwarna cokelat. Aku buka ujungnya perlahan dan kulihat isinya. Gelap.

Kotak ini bergetar, kencang, oh tidak apa ini, apa yang terjadi. Kotak itu tiba-tiba saja terlempar dan keluarlah seekor kelinci putih. Kelinci putih dan besar. Matanya merah. Aku punya teman baru.

"Tok..Tok"

Sepertinya ada orang di pintu, sebentar tuan kelinci kita kedatangan tamu. Aku bergegas ke pintu yang besar. Kalian tahu, bahkan aku harus lompat untuk mencapai gagang pintu.

Ternyata di luar hujan dan kulihat kilatan-kilatan cahaya terang ketika aku membuka pintu. Oh, seorang laki-laki lagi. Dia menggunakan pakaian serba hitam dengan topi seperti koki tapi hitam dan dia sangat tinggi.

Pesulap. Aku melihat Pesulap. Kupersilahkan dia masuk. Bajunya tidak basah padahal hujan turun dengan lebatnya. Ah, memang pesulap sangat hebat. Sudah kubilangkan dia sangat tinggi. Kasian dia, harus menunduk di rumahku.

Lalu dia duduk dan kusajikan secangkir teh hangat. Kurasa aku tahu apa yang dia inginkan. Kelinci putih besar. Pesulap tidak mungkin bisa tanpa kelinci putih. Ya, memang itu miliknya. Akan kukembalikan teman baruku itu.

Entahlah, kulihat muka pesulap ini sangat jahat tapi kupikir dia baik karena selalu menghibur dengan kelinci putihnya. Aku selalu suka dengan sulap kelinci putih. Kelinci lucu yang keluar dari topi, sungguh mengagumkan.

Setelah berbincang, pesulap itu memberiku hadiah. Hari ini penuh hadiah. Kali ini hadiahnya kecil. Sepasang anting-anting berwarna biru. Cantik sekali. Dan kali ini Aku sempat mengucapkan terima kasih sebelum pesulap itu pergi.

Aku langsung menuju ke kaca besar yang berada di kamarku. Aku tidak sabar ingin memakai anting-anting ini. Ah, anting-anting ini sungguh berkilau. Indahnya.

Kamarku bergoyang, getaran kencang dan aku terombang ambing di dalam rumahku. Lalu tiba-tiba diluar berisik sekali. Aku berusaha keras untuk keluar, melihat apa yang sedang terjadi.

Susah payah aku membuka pintu besar itu dan tidak. Aku melihat langit. Sangat dekat. Awan-awan putih dengan langit birunya lalu halaman rumahku jadi indah dan banyak orang. Semua membawa balon warna-warni.

Aku tidak kenal mereka. Tapi mereka sepertinya senang sekali melihatku. Mereka bergembira, mereka gembira melihatku.

Tidak mungkin! Aku melihat peri. Kecil sekali di sekitar kepalaku. Peri-peri itu tersenyum. Peri itu mengedipkan matanya lalu yang lain memegang tanganku, menuntunku ke suatu tempat.

Wow. Aku tak sadar menggunakan gaun seindah ini. Aku rasa bahkan aku tak punya gaun ini dan rambutku tertata rapi. Ini indah sekali. Mereka menuntunku ke suatu tempat. Tiba-tiba dua peri menutup mataku. Dan aku berhenti.

Aku melepaskan ikatan dan hilang. Kemana semua? Kemana peri-peri cantik itu? Kemana orang-orang yang bergembira? Kemana balon warna-warni? Tidak. Tiba-tiba pipiku basah tidak hanya pipiku yang basah tapi semua basah. Aku mencoba memejamkan mataku. Diam dan berharap ketika aku membukanya semua baik-baik saja.

Dengan rasa takut aku membuka mataku. Aku sedang terbaring di pinggir jalan dengan baju compang-camping dan mukaku kotor. Aku lihat banyak yang berlalu lalang menggunakan payung karena sepertinya hujan.

Mereka melihatku, hanya melihatku dengan tatapan sedih. Aku juga melihatku, oh tidak aku melihatku. Aku tidak mungkin melihat diriku. Akhinya, Aku mendekati diriku yang sedang memeluk keranjang, aku ingin melihat isi keranjang itu dan ternyata aku adalah gadis penjual korek api.

Tidak ada komentar: