Selasa, 07 Januari 2014

Mungkin kalo ditulis bisa keluar sedikit-sedikit apa yang ada di kepala.

Setiap hari sejak beberapa hari yang lalu, pikiran saya terus kembali ke masa lalu. Tepatnya di hari jumat siang ketika saya mendapat kabar kalau teman saya yang bernama Athif meninggal dunia. Sepanjang hari pikiran saya tidak bisa lepas dari kejadian itu.

Saya selalu teringat ketika saya bangun tidur lalu saya nonton di komputer dan siang itu saya mendapat kabar duka yang sulit buat saya percaya. Beberapa saat saya menenangkan diri dan mencoba menghubungi salah satu teman saya yang berada di lokasi. Saya masih belum bisa percaya bahkan ketika teman saya berkata kabar tersebut benar.

Saya bergegas bersiap menuju Jatinangor, saya juga tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya bersiap dan berpikir ini hanya bercanda dan ketika sampai Jatinangor tidak terjadi apa-apa. 

Saya menyempatkan untuk memberi kabar ke teman-teman lain. Seperti Diego, Babeh, Jangkung, Hendy dan Sobri. Saya memberi kabar dengan setengah percaya dan kebingungan berpikir apa yang sedang terjadi, berpikir apakah saya benar-benar sudah bangun.

Diego merespon dan bilang saya bercanda, saya juga maunya itu bercanda. Saya masih belum bisa mengerti apa yang terjadi dan mencoba meyakinkan Diego kalau berita ini benar, bahkan ketika saya belum yakin kalau ini benar.

Sepanjang perjalanan pikiran saya kembali lagi ke masa lalu. Tanpa keinginan untuk mengingat tapi pikiran saya seperti bekerja sendiri untuk mengingat. Saya ingat pertemuan saya dengan Athif, dengan kesan pertama bahwa beliau adalah orang yang baik dan perhatian.

Saya juga ingat ketika saya sedang sering-seringnya main di kontrakan Athif, bersama yang lain. Masak, main, ngobrol. Pernah suatu hari ingin masak sarapan pagi-pagi dan Athif menjemput saya di Pinewood untuk ke kontrakan dan memasak sarapan yang sekligus makan siang, juga bisa sampai makan malam.

Kalau masak di kontrakan pasti Athif makannya paling banyak dan paling enak diliat kalo lagi makan dan itu bikin yang masak jadi senang. Tiba-tiba semua yang pernah kejadian itu berulang-ulang di kepala saya, terutama ketika saya sedang menulis ini.

Saya tiba-tiba ingat ketika malam-malam kami lagi ngobrol serius dan Athif bilang "nanti ada waktunya orang-orang bakalan cari yang nyaman daripada tantangan", enggak tau kenapa itu selalu terngiang-ngiang di kepala saya. Kejadian itu seperti terus berulang dipikiran saya, dengan posisi yang sama di kontrakan itu.

Ketika saya sampai Jatinangor teman saya menjemput dan langsung berangkat ke Mesjid tempat Athif di Solatkan. Saya sampai ketika jenazah sedang di Solatkan. Saya berdiri di sisi kanan Mesjid sembari melihat ke dalam. Saya belum bisa melihat apa-apa kecuali orang-orang yang sedang Solat.

Setelah selesai saya baru bisa melihat, tapi jenazahnya sudah didalam peti. Saya hanya bisa melihat peti dan membayangkan teman saya terbaring disana. Saya masih setengah percaya dan tiba-tiba air mata saya tak bisa ditahan lagi karena tiba-tiba saya tersadar kalau semua ini benar. 

Saya tak tahu harus melakukan apa, saya masih mencoba untuk menguatkan diri dan mencoba ikhlas. Saya rasa saya ikhlas tapi saya masih bingun dengan semua yang terjadi begitu saja. Terlalu tiba-tiba, saya menyesal tak sempat menengok ke Rumah Sakit ketika beliau dirawat. Tapi, saya juga sudah tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengirim doa.

Saya semakin tak kuat ketika bertemu dengan Widi, pacarnya Athif. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan Widi ketika yang saya rasakan juga tak bisa saya bayangkan. Sakitnya pasti berkali-kali lipat. 

Ketika Jenazah hendak berangkat ke bandara entah kenapa airmata saya lagi-lagi tak bisa dibendung. Saya pikir hari itu benar-benar saya tak akan lagi bertemu Athif. Tiba-tiba rasanya kembali tak bisa mengerti, semua kejadian itu benar-benar tak bisa saya mengerti.

Sampai hari ini pikiran saya terus terbayang-bayang kejadian hari Jumat itu, sepanjang waktu. Mulai dari saya bangun sampai saya tidur lagi. 

Mungkin karena saya sampai hari ini masih tidak menyangka, saya juga tidak tahu. Saya sekarang cuma bisa berdoa semoga Athif yang sudah tenang disana diterima amal ibadahnya. Athif orang baik, baik yang saya suka kaget sendiri melihat kebaikannya dia. Baik yang saya pikir udah jarang dimiliki sama yang seumuran, termasuk saya. Baik yang bikin saya jadi belajar lagi untuk baik sama orang seperti Athif baik ke orang lain.