Sabtu, 26 Februari 2011

Bahagia (serius)

Ketika menulis ini keadaan hati saya sedang senang. Mengingat sebuah pepatah "kalau satu pintu tertutup akan ada pintu yang terbuka". Dan ternyata itu tidak berpengaruh kalo lagi sedih. Nah, sekarang saya senang jadi saya liat pintu-pintu sedang terbuka untuk saya.

Jadi inget kata-kata lagi di bukunya Putu Wijaya yang "Bom", "enggak ada jalan buntu yang ada hanya pikiran kalut". Ya ampun, jadi kalo lagi kalut jangan mikir karena akhirnya akan sama. Ya. Saya kemaren-kemaren gitu makanya hasilnya buntu.

Sekarang enggak buntu lagi malah saya jadi senang dan hidup itu memang selalu berputar dengan arah yang enggak pernah kita duga. Tapi Tuhan itu adil, walaupun saya sering merasa enggak adil tapi sebenernya itu adil banget buat saya.

Tuhan, maafkanlah saya yang suka mikir macem-macem. (Sekarang) saya inget lagi kalo saya enggak punya pegangan apa-apa selain Tuhan dan saya tahu Tuhan kalau Tuhan maha adil. Terima kasih atas semua yang sudah Engkau berikan.

Jangan kaget kalau saya berdoa disini, karena saya memang sedang sangat bersyukur dan saya sedang bahagia kalau ini yang disebut bahagia.

Jumat, 25 Februari 2011

Float : Mempertahankan Kualitas Melalui Lirik yang Unik dan “Nyentil”

Good things come to those who float, begitulah kira-kira yang ingin disampaikan sebuah grup musik yang resmi berdiri para tahun 2005. Hotma “Meng” Roni Simamora, Windra “Bontel” Benyamin dan Raymond Agus Saputra akhirnya memilih suatu nama yang tentu saja memiliki arti tersendiri, sebuah kesan ringan dan sebagai sarana kreasi tiap anggotanya, Float.

Musik yang bagus akan tetap menjadi yang bagus di hati penikmatnya, entah itu komersil atau tidak. Itulah tujuan utama sang vokalis yaitu membuat musik yang bagus. Mungkin kata idealis atau indie tidak pernah terlintas di pikiran mereka karena mereka sibuk menjadi narcissist, menikmati  karya sendiri tanpa berpikir akan idealis atau indie.

Float banyak terinspirasi dari lagu-lagu The Beatles. Sang vokalis sangat terinspirasi oleh Sting, Dave Matthews Band, Ismail Marzuki, Guruh Soekarno Putra, Erik Satie, Antonio Carlos Jobim, Queen, Harry Connick, Jr., The Doors, Tuck & Patti, dan masih banyak lagi. Sedangkan Windra dan Raymond cenderung lebih suka lagu-lagu yang ngerock seperti Pink Floyd, Led Zeppelin, Jimmi Hendrix, Radiohead, The Cure, dan lain-lain.

Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar nama Float, nama ini mulai melambung setelah berhasil mengisi soundtrack sebuah film yang berjudul “3 Hari untuk Selamanya”. Tapi Float tidak dimulai dari sana.

Tahun 2003, Windra Benyamin atau akrab disapa Bontel menawarkan Hotma Roni untuk memproduseri album solonya. Hal itu disambut dengan antusias oleh Meng, begitulah sapaan akrab sang vokalis.

Proyek ini sempat terhenti karena kesibukan masing-masing, hingga di suatu ketika Bontel menghubungi Meng untuk mengajak melanjutkan proyek yang tertunda tapi dalam bentuk band. Meng pun setuju karena pada saat itu yang paling penting adalah merekam lagu-lagunya. Maka muncullah lagu-lagu seperti “Stupido Ritmo’, “Pulang”, dan “No-Dream Land”.

Ya. Album pertama mereka memang hanya tiga lagu. Itu dikarenakan hanya tiga lagu yang baru siap dan mereka tidak sabar ingin pamer. Bontel memamerkan CD demonya kepada seorang teman yang bernama Ferry Lubis yang kebetulan kenal dengan Music Directornya “Prambors”, Anton. Lalu diam-diam memberikan CD demonya ke Anton.

Bontel yang merupakan visioner sejati pada masa itu, akhirnya mengajak untuk membuat mini album. Biaya produksi merupakan hasil patungan anggota Float. Semua dikerjakan sendiri mulai dari produksi sampai distribusi tapi untuk cover dikerjakan oleh Fero Utama dan video clip dikerjakan oleh Joe Gievano yang merupakan teman-teman mereka.

Lagu “Stupido Ritmo” dalam beberapa minggu menjadi peringkat satu di progam musik indienya Prambors, Nubuzz. Pada saat ini mini album yang dibuat 1000 buah sudah mulai disebar di distro Jakarta dan Bandung, beberapa lagi dikirim ke radio-radio yang ada disana.

Album kedua mereka yang merupakan Soundtrack “3 Hari untuk Selamanya” bisa dibilang merupakan album yang paling berhasil karena lagu-lagu mereka lebih dikenal publik dengan promo besar-besaran membuat Float sering tampil di televisi yang merupakan media yang paling mudah diakses.

1000 buah album mini yang diproduksi sendiri ternyata membawa keberuntungan dari Float, lagu-lagunya nyangkut di hati beberapa orang di Miles Production. Bontel yang pertama kali menerima tawaran dari Miles Production yang tentu disambut gembira oleh anggota Float yng lain.

Ceritanya waktu itu, Float sedang bermain di Tornado Coffee Kemang. Mira Lesmana dan Riri Riza berada diantara penonton. Ketika Meng akan ke toilet disana Mira Lesmana sudah siap untuk mencegat dan berkata “Jadi ya ngisi di film gw..!!!” dan dijawab dengan singkat “Iya laahh!!!”, sepenggal percapakan yang menarik dan disanalah album kedua dimulai.

Materi lagu yang sudah ada kebetulan cocok dengan cerita di Film “3 Hari Untuk Selamanya”, hanya perlu melakukan perubahan kecil. Dari semua lagu yang ditawarkan munculah lagu dengan judul “Biasa” yang dipilih untuk menjadi theme song tapi supaya lebih cocok dengan filmnya, judul dan beberapa liriknya diganti. Terakhir mereka meminta satu buah  lagu dengan judul “You’ll Have Your Band’s Name On The Wall” dan instrumental (music score) untuk beberapa adegan.

Berkat mengisi soundtrack film tersebut Float menyabet dua penghargaan sekaligus, Best Soundtrack pada Jakarta Film Festival dan Best Theme Song pada MTV Indonesian Movie Awards. Ternyata Float tidak hanya sukses di dalam negeri saja, lagu Float yang berjudul “Surrender” pernah menjadi theme song untuk promo serial “Heroes” season 2. Tidak hanya itu, lagu yang berjudul “Time” menjadi finalis John Lennon Songwriting Contest pada tahun 2006 dan “Surrender” menjadi semifinalis UK Songwriting Contest dua tahun kemudian.

Rabu, 16 Februari 2011

Laut Lebih Indah Ketika tanpa Sampah

Pada 12 - 13 Februari 2011, saya dan teman-teman saya mengunjungi Pulau Tidung yang merupakan pulau wisata di kawasan Pulau Seribu. Saya sangat menantikan kesempatan ini karena sangat suka duduk-duduk di pinggir pantai dan melihat laut luas.

Kami tiba di pelabuhan Muara Angke pukul enam pagi dan menunggu sekitar satu jam karena keberangkatan kapal pukul tujuh. Sambil menunggu saya melihat keadaan sekitar sambil berbincang dengan beberapa teman.

Duduk di warung makan dekat pelabuhan ternyata tidak senyaman itu karena saya harus menikmati bau khas dari ikan yang sangat menyengat belum lagi banyak genangan air dengan sampah yang berada dimana-mana, bukan tempat yang enak untuk menunggu.

Satu jam kemudian tibalah saatnya kami untuk menaiki kapal, yang kami lakukan adalah berbaris di depan pelabuhan kapal lalu menunggu giliran untuk di data nama panggilan kami setelah itu kami dipersilahkan untuk berdiri sejajar dengan ditemani bapak berseragam dengan senapannya.

Kami berjejer seakan tersangka kasus kriminal, setelah itu kami diizinkan untuk masuk dan sampai detik ini saya sama sekali tidak mengerti apa yang mengharuskan kami berdiri berjajar seperti itu.

Kami kembali melewati jalan dengan banyak genangan air berwarna hitam yang bisa saya pastikan sangat kotor. Tiba di pinggir kapal kami melewati beberapa kapal untuk menaiki kapal yang sudah dipesan oleh tour guide kami.

Ukuran kapal ternyata tidak terlalu besar dengan persediaan jaket pelampung yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang dengan kondisi banyak yang rusak. Lalu saya memilih duduk di ujung kapal karena kapal penuh dengan penumpang yang lain.

Duduk di ujung kapal juga tidak semenarik itu karena harus melihat laut yang isinya sampah, kotoran manusia dan ikan mati sungguh menyedihkan dan membuat saya sangat kesal.

Setelah menunggu lagi akhirnya kapal kami berangkat juga, saya kembali memerhatikan keadaan sekitar. Kondisi air masih kecoklatan tapi sampah mulai berkurang dan tetap saja mengurangi keindahan laut.

Perjalanan beberapa jam mulai membuat saya terhibur karena melihat langit yang menyilaukan dengan keindahannya dan melihat air tanpa ujung, membuat saya berpikir tentang dunia yang begitu luasnya. Saya menikmati ketenangan luar biasa yang tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata.

Sampai di Pulau Tidung kami beristirahat sejenak lalu dilanjutkan dengan snorkeling, ini adalah pertama kalinya saya mencoba hal itu. Muncul rasa penasaran sehingga ketika kami sampai saya dengan percaya diri langsung di dorong teman saya ke laut.

Saya menikmati melihat dasar laut dengan karang yang indah dan ikan-ikan kecil yang berenang kesana kemari tapi sayangnya kesenangan saya kembali terganggu ketika tiba-tiba air laut menjadi kotor dengan warna kecoklatan, saya sangat kecewa.

Akhirnya kami pindah posisi, di tempat kedua lebih indah dari sebelumnya. Bahkan saya yang tidak bisa berenang memberanikan diri ke tempat yang lebih dalam dan mencoba menahan napas agar benar-benar merasakan indahnya laut.

Saya tidak hanya melihat ikan kecil banyak ikan besar dengan warna-warna yang menarik dan sungguh menakjubkan. Saya kembali mengalami ketenangan dan kesenangan yang luar biasa, membuat saya tak ingin naik lagi ke perahu.

Waktu juga yang mengharuskan saya berpisah dengan laut yang indah dengan ikan-ikan yang menunggu saya kejar dan air yang jernih. Tapi saya senang dan saya akan kembali ke laut lagi ketika ada waktu.

Kami tiba di pelabuhan kecil di Pulau Tidung, yang saya cari pertama kali adalah pantai yang berpasir putih. Saya sangat menantikan duduk di pinggir pantai sambil membawa buku yang saya bawa, tapi saya tidak menemukan pasir itu.

Saya kembali menemukan sampah, kali ini di pantai dengan air jernih. Sungguh saya tidak percaya dengan kelakuan manusia yang dengan tega membuang sampah ke pantai. Sungguh merusak keindahaan yang saya harapkan.

Besoknya kami hanya jalan-jalan di sekitar Pulau Tidung dan saya kembali mencari pinggir pantai untuk menikmati buku saya, ternyata memang harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Saya tidak menemukan pantai yang saya cari.

Masih ada beberapa pantai yang menarik tapi banyak juga yang memiliki sampah dari yang kecil hingga yang besar. Sedih saya melihat laut ciptaan Tuhan dikotori begitu saja oleh manusia tak bertanggung jawab.

Saya masih merasa kesal dan sedih kepada manusia yang tidak menghargai alam. Laut tempat yang paling tenang menurut saya dikotori begitu saja. Apa kalian tidak tahu? Laut itu sangat indah ketika tidak ada sampah.