Senin, 27 Desember 2010

Kamu atau Aku atau Kamu?

Betapa ingin kulihat kamu tapi semakin kulihat semakin aku tak ingin tahu apapun. Mungkin karena aku memuakkan atau kamu memuakkan. Baiklah kita sama-sama memuakkan. Aku lihat kamu diantara hijau, aku juga lihat kamu diantara merah, akupun melihatmu diantara putih. Disana diam membisu tanpa aku tahu.

Aku tidak tahu kamu sedang apa. Aku tidak tahu sejak kapan kamu berada disana. Akupun tidak tahu kenapa kamu mengerikan. Gejolak dalam hatiku. Aku takut, aku marah, aku benci dan aku diam. Aku diam karena tak tahu kenapa aku takut, marah dan benci.

Kamu tidak tahu apa, kamu bukan payung, kamu juga bukan gelas ataupun angin. Kamu seperti sesuatu yang aku tak tahu. Kamu berada di hati dan otakku yang membuat mereka dan aku selalu berkelahi. Aku ingin berkelahi tapi bukan dengan mereka.

Kamu melemahkan tapi mungkin juga menguatkan. Kamu lebih mirip hantu karena kamu tidak ada bentuknya. Kamu lebih menyeramkan tapi ketika kulihat tidak. Kamu ya mungkin cuma kamu yang begitu, mungkin karena kamu sebagian dari aku? Hingga aku tak mengerti lagi.

Aku hanya harus menang tapi hanya aku yang boleh tahu kapan aku menang. Kalau suatu saat nanti tidak ada kamu mungkin aku akan lebih seru atau tidak? Karena kamu seperti candu yang membuat otakku terus berputar tanpa tahu kamu akan jadi apa.

Mungkin lebih baik kamu kubangkitkan dari duniamu agar kamu sadar siapa dirimu sebenarnya. Karena suatu saat nanti kamu dan aku harus sadar kalau kita tidak bisa terus berdampingan. Karena apapun kamu aku akan terus begini. Aku yang keras kepala ini. Kamu atau aku mungkin memang sama saja.

Senin, 20 Desember 2010

Jika Surga dan Neraka tidak ada, masihkah berbuat baik?

Saya baru saja berbicang-bincang mengenai agama bersama seorang teman. Perbincangan itu dimulai karena kami teratarik dengan Juru Bicara FPI yang taulah bagaimana. Lalu merembet jauh hingga ke sejarah tentang agama dan mengingatkan saya ke lagu Chrisye dan Ahmad Dhani yang kira-kira begini :
Apakah kita semua
Benar-benar tulus
Menyembah pada-Nya
Atau mungkin kita hanya
Takut pada neraka
Dan inginkan surga

Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkan kau bersujud kepada-Nya
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau menyebut nama-Nya

Bisakah kita semua
Benar-benar sujud sepenuh hati
Kar`na sungguh memang Dia
Memang pantas disembah
Memang pantas dipuja

Nah, saya jadi mikir tentang ini. Pertama saya mulai dari saya dulu, saya berbuat baik untuk siapa sih? Untuk apa sih? Lalu tentang saya biarlah saya berpikir lagi untuk saya.

Pertama-tama saya ingin mengutip kata-kata Pak Hitler yaitu "siapapun yang gagal memahami maka kehilangan hak untuk mengkritik maupun mengeluh" dan kata-kata Pak Putu Wijaya yaitu "sesuatu yang terpotong adalah sangat berbahaya". Lalu mulailah saya berpikir tentang tafsir yang menurut saya saat ini banyak disalahgunakan, kenapa karena artinya terpotong. Tidak utuh.

Tafsir pertama tentang mati syahid, mati syahid adalah orang yang mati karena membela agamanya. Contoh pada zaman Nabi Muhammad. Nabi, sahabat-sahabat dan pengikutnya bukan ingin menyerang tapi ingin berdakwah dan di tengah ingin berdakwah diserang maka yang mati ,mati syahid. Paling tidak begitulah pengetahuan saya melalui cerita guru ngaji.

Bukan. Sekali lagi bukan. Membela agama dengan membunuh banyak nyawa tak berdosa. Contoh, tragedi bom Bali dan bom-bom lainnya di Indonesia atau dimanapun. Itu secara tidak langsung menyerang dan membunuh dan orang yang dibunuh tanpa perlawanan tanpa pula kita tahu apa yang ada dipikirannya.

Tafsir kedua tentang menyebarkan kebaikan dan menjaga orang-orang dari kemaksiatan. Contoh yang baik lagi-lagi Nabi Muhammad. Nabi berdakwah tanpa membunuh atau menghancurkan usaha orang lain tapi berdakwah dengan tulus ingin menyebarkan kebaikan.

Dan tentu saya pikir diartikan salah oleh sebagian orang, yang kita semua taulah. Menghancurkan usaha orang lain karena dianggap mesum atau membubarkan perkumpulan yang dianggap komunis, baru dianggap tanpa yakin itu benar atau bukan.

Yah. Begitulah kira-kira gambarannya, padahal semua orang yang beragama tahu bahwa Tuhan tidak mengajarkan untuk membunuh atau mengganggu ketentraman orang lain. Agama mengajarkan kebaikan karena itulah sarana kita berhubungan dengan Tuhan.

Aa Gym juga bilang, "jagalah hati". Karena hati adalah sarana kita berhubungan dengan sesama manusia juga dengan Tuhan. Hati harus dijaga agar tidak timbul perasaan iri, dendam, sombong, mau menang sendiri dan kawan-kawannya. Karena dengan menjaga hati akan timbul perasaan saling menghargai, menghormati dan menyayangi.

Maaf untuk yang beragama lain, saya memberi contoh melalui agama saya karena saya kurang mengerti agama lain sehingga saya kehilangan hak untuk mengkritik maupun mengeluh.

Berbuat baik karena ingin, menyenangkan, tulus atau rasa apapun lainnya, bukan karena ingin masuk surga dan tidak ingin masuk neraka. Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kita berbuat baik?

Selasa, 07 Desember 2010

Pelajaran dari Hitler

Sekarang. Saya sedang berusaha membaca dengan baik Mein Kampf dan sudah sampai di Bab VIII. Nah, di Bab sebelumnya yang judulnya revolusi ada sebuah kalimat yang menurut saya keren sekali. Ini dia kalimatnya :

"...Ketika dalam perang-perang panjang bertahun-tahun maut mengambil banyak kawan perjuangan dari barisan kami, tampak bagiku hampir sebagai dosa untuk mengeluh -bagaimanapun, bukankah mereka mati demi Jerman? Dan ketika gas menjalar - di hari-hari terakhir peperangan sengit - menyerangku juga, dan mulai menggerogoti mataku, dan dibawah ketakutan akan buta selamanya; aku hampir kehilangan hati untuk sesaat, suara kesadaranku menggelegar dalam diriku: betapa buruknya, apakah kau akan menangis ketika kondisi ribuan lainnya seratus kali lebih buruk daripada kamu! Sehingga akupun menanggung luka dalam diam.Tetapi sekarang aku tidak tahan lagi. Hanya saja sekarang aku memahami bagaimana semua penderitaan pribadi menghilang ketika dibandingkan dengan kemalangan tanah air kita."

Saya jadi berpikir tentang pemimpin Indonesia dan mau tidak mau jadi terpikir juga tentang dunia politik Indonesia karena dua hal itu memang seperti tidak dapat dipisahkan untuk sekarang ini.

Saya termasuk yang tidak percaya dengan politik di Indonesia bisa saya buktikan dengan tidak ikut pemilu dan kalau dipaksa saya memilih untuk pura-pura tidur. Saya memilih untuk tidak memilih karena saya percaya tidak ada yang bisa saya percaya untuk menjadi pemimpin.

Kenapa saya berani bilang? karena seperti saya baru-baru ini dengar "Panas Dalam" bernyanyi, katanya jangan takut sama presiden karena masa jabatannya cuma lima tahun. Lagipula kekuasaan terbesar di Indonesia kan (katanya) Rakyat dan takutlah pada Tuhan.

Saya mengagumi sosok Hitler karena ketika dia ingin menjadi Fuhrer alasan terbesarnya adalah ingin menjadikan Jerman lebih baik dan berulang dikatakan di bukunya kalau dia mencintai Jerman. Kalau ada yang mau bilang jangan percaya bukunya karena itu bentuk propaganda saya malah mau bilang bahwa propagandanya berhasil.

Saya memang masih muda, labil, lucu dan tidak mengerti apapun. Jauh jika dibandingkan mahasiswa lain yang bahasanya susah dimengerti atau pejabat yang jago bahasa Inggris dan bahasa lebih susah dimengerti. Tapi dari lubuk hati saya yang paling dalam saya masih mencintai Indonesia.

Kalau saya diizinkan jadi Presiden Indonesia bukan Presiden BEM kampus saya, saya dengan senang hati ingin melakukannya karena saya punya modal cinta Indonesia dan saya makhluk muda yang suka perubahan.

Maka, saran saya yang tidak mengerti tentang dunia politik. Jika ingin menjadi pemimpin cintailah dulu rakyatmu dan tempat tinggalmu, gunakanlah bahasa yang mudah agar semua lapisan masyarakat bisa mengerti apa yang ingin kamu sampaikan, lalu bacalah Mein Kampf dan ambil positifnya.

Terakhir, saya masih berharap kalau calon pemimpin Indonesia cinta tanah air maka saya akan bangun pagi dan ikut pemilu.