Minggu, 24 Oktober 2010

Pangeran Kodok dan Puteri Tidur

Siapapun!! Tolonglah aku!! Aku jatuh ke sebuah lubang!! Aku jatuh!! Tolong!!

Aku lelah berteriak. Aku lelah meminta tolong. Aku sudah lelah tapi sepertinya tidak ada satupun yang mendengarku. Bagaimana aku keluar dari lubang ini. Aku luka-luka. Sekujur tubuhku perih dan perutku sakit karena aku tidak makan dalam jangka waktu lama.

Aku tidak makan dan tidak minum tapi aku tidak tahu ini sudah berapa lama. Rasanya lama sekali disini. Kadang aku bisa melihat matahari kadang pula hanya gelap gulita di sekitarku.

Apa aku akan mati disini. Terkubur sendiri tanpa ada yang tahu. Atau akan ada pangeran yang melintas dan menolongku. Pangeran? Aku hidup di dunia macam apa menunggu pangeran melintas.

Sekarang aku hanya diam. Mencoba melihat disekitarku walau semua gelap. Mataku sudah mulai bisa melihat dalam gelap tapi aku tidak pernah mendengar suara apapun.

Sepertinya sudah malam, aku ingin menunggu pagi saja. Aku akan tidur.

Aku membuka kedua kelopak mataku karena ada sinar terang yang mengganggu. Tapi ini saat yang aku tunggu-tunggu, aku harus berjuang keluar dari lubang ini.

Aku bisa melihat akar-akar pohon. Oh, aku sadar kalau aku berada di hutan. Tapi aku tidak tahu mengapa aku berada disini. Mengapa sepi? Mengapa sendiri?

Tubuhku sudah sangat kotor dan bau. Aku harus keluar dan segera mandi. Tunggu. Sepertinya aku mendengar sesuatu. Suara itu. Suara derap kuda. Pangeran!! Pangeran akan datang menyelamatkanku.

Aku harus berteriak, berteriak sekecencang-kencangnya. Suara itu hilang. Suara itupun hilang. Aku memang harus berusaha sendiri. Aku akan merangkak sampai bertemu cahaya yang sangat terang.

Aku merangkak dan terus merangkak. Ternyata hanya beberapa langkah saja aku sudah bisa melihat cahaya itu, cahaya terang. Kenapa ada bayangan gelap? Oh, tidak! Aku masih terjebak.

Tak apa, aku akan berusaha lagi. Bayangan itu bersuara. Lembut dan menenangkan. Pangeran. Benarkah itu pangeran. Dia melemparkan sesuatu ke arahku. Tali. Sudah kuduga, pangeran akan menyelamatkanku.

Aku mengikat tali itu di pinggangku dan memegang dengan erat sambil berusaha naik. Pangeran terlihat bergerak meninggalkanku. Tapi aku terus naik. Naik dan keluarlah aku dari lubang laknat itu.

Pangeran. Pangeran adalah yang pertama kulihat. Berdiri di sebuah pohon yang terikat oleh tali. Ternyata pangeran tidak meninggalkan aku.

Aku ingin berlari memeluknya dan berterima kasih tapi aku terlalu lemah karena aku hanya jatuh dan semua gelap lagi.

Entah berapa lama pandanganku menjadi gelap tapi ketika aku membuka mata, aku bisa melihat ruangan yang sangat besar dan aku merasakan hangat di tangan kananku.

Pangeran. Membawaku ke istananya dan menjagaku sampai aku tersadar. Aku akan mengucapkan terima kasih. Aku akan mengucapkan terima kasih. Pangeran diam. Aku akan mengucapkan terima kasih.

Aku tidak mengeluarkan suara. Suaraku hilang. Pantas saja tidak ada yang mendengarku berteriak. Tapi kenapa pangeran bisa menolongku? Dimana suaraku?

Sepertinya aku menangis. Bahkan menangispun aku tidak bersuara. Pangeran mengusap air mataku dan sepertinya berkata tapi aku tidak bisa mendengar apa-apa.

Aku tidak bisa mendengar juga? Apa yang terjadi padaku? Kenapa semuanya hilang? Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih dan mendengar suara lembut dari pangeran.

Tak berapa lama, datanglah Raja dan permaisurinya. Raja yang tampan tak heran pangeran juga tampan. Raja berkata sesuatu tapi aku tidak bisa mendengar. Apa yang harus aku lakukan?

Pangeran tolonglah aku, aku adalah cinta sejatimu. Kita harus menikah dan kamu harus menciumku karena aku sepertinya terkena kutukan dari ibu tiriku yang jahat.

Paling tidak begitulah cerita yang sering aku baca. Pangeran tersenyum dan mengangguk. Dia sepertinya tahu apa yang kurasakan. Hilanglah penderitaanku dan aku akan bahagia selama-lamanya.

Setelah bisa berjalan. Aku langsung menuju kamar mandi yang besar dan luas. Aku membersihkan semua kotoran di tubuhku. Disana sudah disediakan gaun paling indah yang pernah kulihat.

Aku akan menikah. Aku akan menikah dengan pangeran. Pangeran, kaulah cinta sejatiku. Aku sudah siap dan pangeran menuntunku keluar dari kamar. Aku melewati lorong-lorong yang besar menuju ke halaman yang luas dan hijau.

Semua sudah menunggu dan bersorak-sorak. Aku berjalan perlahan dan memberikan senyum terbaikku. Aku sangat bahagia. Aku akan menikah dengan pangeran.

Aku sampai di altar. Bersandingan dengan pangeran. Disana sudah ada seorang pria tua yang siap menikahkan kami. Aku hanya tinggal menjawab bersedia.

Aku bersedia. Dan kami berciuman. Sesaat kemudian aku melihat pangeran berubah jadi kodok dan aku tidur.

Selasa, 05 Oktober 2010

Gadis Penjual Korek Api

Aku sedang berjalan, hanya lurus tapi ujungnya tak terlihat. Kakiku merasa melewati batu-batu dan sebelah kiri dan kanan aku bisa melihat rumput dan pohon tapi gelap. Kurasa ini malam hari.

Aku terus berjalan dan kulihat bayangan yang semakin jelas. Jelas. Jelas. Itu bukan bayangan tapi kurasa manusia. Laki-laki lebih tepatnya. Hanya hitam dan menggunakan topi koboy. Kamu tahu? Yang besar dan bulat seperti di film karena aku belum pernah melihat koboy secara langsung.

Silau. Ada lampu yang menyala, aku jadi bisa melihat sang koboy. Ya, dia sangat mirip dengan yang ada di film. Menggunakan kemeja kota-kotak merah dan coklat, celana jeans biru dan sepatu coklat. Dia sungguh mirip koboy.

Aku ingin menyapanya tapi..baiklah akan kulakukan ketika dekat. Oh oh tidak, apa yang dia lakukan? Apa maksudnya? Dia menari! Menari! Bahagia! Ada alunan musik tapi ini bukan musik Country yang biasa disukai koboy, ini semacam lagu anak-anak karena nadanya ceria.

Aku tersenyum dan menggoyang-goyangkan kepalaku. Wow. Setiap gerakan tubuhnya membuat dia berubah. Kalian pasti tak percaya.

Kepalanya bergoyang lalu rambutnya berubah menjadi keriting dan merah. Tangannya bergoyang lalu keluarlah sarung tangan putih. Kakinya bergoyang dan sepatunya pun berubah menjadi biru dan sangat besar, kurasa itu kebesaran untuknya. Seluruh badannya bergoyang maka berubahlah bajunya menjadi merah, biru, putih dengan totol-totol dan perutnya membuncit.

Itu badut. Ah lucunya. Badut itu menari tapi tidak, dia sedih. Dia menangis. Bedak di mukanya luntur dan membuat jalanan menjadi putih. Tapi alirannya hanya menuju ke arahku.

Dia melihatku dan marah. Semua, seluruh tubunya tiba-tiba menjadi merah. Dia sepertinya marah besar dan aku hanya menatapnya dan dia menatapku. Dia menjadi api. Darimana datangnya api itu? Aku harus menolongnya.

Ketika aku ingin melangkah, apinya padam dan dia memakai baju merah, celana merah, sepatu merah dan topi merah. Perutnya masih buncit, oh bukan hanya perutnya tapi dia memang gendut.

Kurasa itu Santa, tapi ini bukan hari Natal. Santa tidak boleh ada jika bukan hari Natal. Santa harus pergi. Pergi.

Jangan sedih Santa, Santa tidak boleh berada disini. Santa lalu tersenyum dan memberiku sebungkus hadiah dari kantongnya.

Wah. Besar. Terima kasih Santa. Oh tidak, Santa pasti marah. Aku bahkan belum mengucapkan terima kasih.

Aku pulang saja dan aku di rumah. Rumahku besar, tapi tidak juga. Hanya saja tepat buatku. Kalian ingin tahu rumahku? Akan aku jelaskan.

Tidak. Itu tidak penting. Aku hanya ingin membuka kado. Kado yang besar. Kado ini sebesar tas ransel. Bentuknya persegi panjang seperti bantal hanya saja ini berat. Iya, iya, baiklah akan kubuka.

Aku lepaskan pita berwarna kuning di atasnya, lalu aku sobek perlahan kertas hijaunya. Seperti yang kuduga, ini kotak berwarna cokelat. Aku buka ujungnya perlahan dan kulihat isinya. Gelap.

Kotak ini bergetar, kencang, oh tidak apa ini, apa yang terjadi. Kotak itu tiba-tiba saja terlempar dan keluarlah seekor kelinci putih. Kelinci putih dan besar. Matanya merah. Aku punya teman baru.

"Tok..Tok"

Sepertinya ada orang di pintu, sebentar tuan kelinci kita kedatangan tamu. Aku bergegas ke pintu yang besar. Kalian tahu, bahkan aku harus lompat untuk mencapai gagang pintu.

Ternyata di luar hujan dan kulihat kilatan-kilatan cahaya terang ketika aku membuka pintu. Oh, seorang laki-laki lagi. Dia menggunakan pakaian serba hitam dengan topi seperti koki tapi hitam dan dia sangat tinggi.

Pesulap. Aku melihat Pesulap. Kupersilahkan dia masuk. Bajunya tidak basah padahal hujan turun dengan lebatnya. Ah, memang pesulap sangat hebat. Sudah kubilangkan dia sangat tinggi. Kasian dia, harus menunduk di rumahku.

Lalu dia duduk dan kusajikan secangkir teh hangat. Kurasa aku tahu apa yang dia inginkan. Kelinci putih besar. Pesulap tidak mungkin bisa tanpa kelinci putih. Ya, memang itu miliknya. Akan kukembalikan teman baruku itu.

Entahlah, kulihat muka pesulap ini sangat jahat tapi kupikir dia baik karena selalu menghibur dengan kelinci putihnya. Aku selalu suka dengan sulap kelinci putih. Kelinci lucu yang keluar dari topi, sungguh mengagumkan.

Setelah berbincang, pesulap itu memberiku hadiah. Hari ini penuh hadiah. Kali ini hadiahnya kecil. Sepasang anting-anting berwarna biru. Cantik sekali. Dan kali ini Aku sempat mengucapkan terima kasih sebelum pesulap itu pergi.

Aku langsung menuju ke kaca besar yang berada di kamarku. Aku tidak sabar ingin memakai anting-anting ini. Ah, anting-anting ini sungguh berkilau. Indahnya.

Kamarku bergoyang, getaran kencang dan aku terombang ambing di dalam rumahku. Lalu tiba-tiba diluar berisik sekali. Aku berusaha keras untuk keluar, melihat apa yang sedang terjadi.

Susah payah aku membuka pintu besar itu dan tidak. Aku melihat langit. Sangat dekat. Awan-awan putih dengan langit birunya lalu halaman rumahku jadi indah dan banyak orang. Semua membawa balon warna-warni.

Aku tidak kenal mereka. Tapi mereka sepertinya senang sekali melihatku. Mereka bergembira, mereka gembira melihatku.

Tidak mungkin! Aku melihat peri. Kecil sekali di sekitar kepalaku. Peri-peri itu tersenyum. Peri itu mengedipkan matanya lalu yang lain memegang tanganku, menuntunku ke suatu tempat.

Wow. Aku tak sadar menggunakan gaun seindah ini. Aku rasa bahkan aku tak punya gaun ini dan rambutku tertata rapi. Ini indah sekali. Mereka menuntunku ke suatu tempat. Tiba-tiba dua peri menutup mataku. Dan aku berhenti.

Aku melepaskan ikatan dan hilang. Kemana semua? Kemana peri-peri cantik itu? Kemana orang-orang yang bergembira? Kemana balon warna-warni? Tidak. Tiba-tiba pipiku basah tidak hanya pipiku yang basah tapi semua basah. Aku mencoba memejamkan mataku. Diam dan berharap ketika aku membukanya semua baik-baik saja.

Dengan rasa takut aku membuka mataku. Aku sedang terbaring di pinggir jalan dengan baju compang-camping dan mukaku kotor. Aku lihat banyak yang berlalu lalang menggunakan payung karena sepertinya hujan.

Mereka melihatku, hanya melihatku dengan tatapan sedih. Aku juga melihatku, oh tidak aku melihatku. Aku tidak mungkin melihat diriku. Akhinya, Aku mendekati diriku yang sedang memeluk keranjang, aku ingin melihat isi keranjang itu dan ternyata aku adalah gadis penjual korek api.

.

Hanya saja saat ini aku tidak bisa melihat apa-apa, tidak kamu dan tidak juga aku. Kosong. Mungkin aku sedang berada di ruangan yang kosong. Gelap. Dan mungkin ruangan ini juga gelap. Sesak. Aku mungkin merasa sedikit sesak. Mungkin. Iya, mungkin karena aku sama sekali tidak yakin.

Aku tidak yakin sejak kapan aku berada di sini. Tempat ini sepertinya aku tahu tapi tidak tahu. Hanya saja akupun tidak merasa. Tidak merasa akan baik-baik saja ataupun tidak merasa akan semakin buruk.

Mungkin kamu bisa memberitahuku, tapi akupun tidak tahu siapa kamu. Apakah kamu ada? Apakah kamu bersamaku saat ini? Atau kamu siapa? Iya, kamu siapa? Sepertinya kamu ada atau tidak ada?

Oh tidak. Sedikitpun aku tidak merasa. Hanya aku berpikir tentang aku dan apa yang aku lakukan. Apa yang aku lakukan? Kamu tahu? Ah tentu saja kamu tidak tahu. Kamu tidak tahu siapa aku.

Atau kamu tahu siapa aku? Iya, kamu pasti tahu siapa aku? Beritahu aku! Cepat! Kamu mungkin tidak tahu. Atau temanmu tahu? Siapa temanmu? Aku? Atau siapa temanmu?

Aku rasa atau aku pikir, aku tak tahu dimana rasa. Yah, aku rasa aku tidak sendiri karena kalau aku pikir aku pasti sendiri. Jadi, aku sendiri atau tidak? Seseorang harus menjawabku.

Kamu! atau kamu! Ayolah, aku butuh jawaban dari siapapun tentang apapun yang kau tahu. Tidak? Kalian tidak mau menjawab? Baiklah. Pergi saja!

Apa? Kalian tidak mau pergi? Lalu...buat apa kalian disini? Kalian bahkan tidak membantuku. Pergilah!! Tidak? Baiklah aku akan membiarkan kalian disini tapi kalian tidak boleh berbicara apapun lagi padaku.

Aku akan berpikir, berpikir panjang dan jika ada suara aku akan membunuh salah satu diantara kalian. Ya, kalian boleh bersuara saat kuizinkan.







Baiklah, sekarang boleh. Aku pikir aku sedikit merasa kesepian disini tanpa suara kalian. Ah, tapi ini dimana? Dimana kalian? Kembalilah. Aku tidak akan membunuh, sungguh! Percayalah atau jangan? HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA

Ya, kita ambil kesepakatan. Tunggu!! Aku melihat sesuatu. Entah apa, tidak kelihatan baik dan tidak kelihatan buruk. Jadi, kalian boleh ada bersamaku tanpa suara karena tanpa bicara aku tahu mau kalian tapi jangan baca pikiranku!

Aku tahu apa yang kalian inginkan makanya teruslah bersamaku, kalau tidak, ya, aku yakin kalian akan hilang atau mati satu persatu. Aku tidak menakuti tapi itu kenyataan.

Dengar! kita harus bekerja sama untuk keluar dari sini, aku pikir kita diasingkan tapi itu aku pikir. Ah tidak, aku hanya bercanda. Aku pikir kita semua tahu kenapa kita berada disini hanya saja kita tidak tahu bagaimana kita bisa berada disini.