Selasa, 29 Juni 2010

Hentikan Kekerasan

Sudah dua hari ini saya lihat di televisi berita tentang Organisasi Massa yang sedang ramai itu. Lalu saya menjadi kesal karena lihat percakapan perwakilan dari tiap kepentingan. Saya kesal karena pembicaraannya berputar-putar tapi pintar. Pembicaraan itu biarlah jadi masukan saya tanpa akan saya bahas detil disini.

Saya memang suka kekerasan di film-film fiksi tapi saya tidak suka kekerasan yang berdasarkan agama. Saya kira Indonesia ini negara hukum dan berdasarkan Pancasila maka jika ada sesuatu yang dianggap salah oleh sebagian masyarakat maka yang berhak untuk membubarkan atau mengaturnya adalah aparat hukum.

Saya tidak bermaksud menyalahkan sama sekali, karena seperti salah seorang bapak yang mukanya teduh bilang tujuan dari organisasi masyarakat itu baik untuk membasmi kemaksiatan tapi mungkin caranya salah karena tidak seharusnya menggunakan kekerasan.

Saya kira masalah agama itu adalah masalah manusia dengan Tuhan masing-masing bukan masalah manusia dengan manusia lain yang terlihat mengerti sekali tentang hal itu, mungkin tidak etis dengan bilang dosa atau apapun seperti yang dibilang juga ke kejadian yang mirip artis itu karena dosa tak terlihat dan hanya Tuhan yang tahu.

Memang ini saya buat berdasarkan rentetan kejadian yang saya lihat dan dengar maka hasilnya adalah kebebasan berbicara saya yang pastinya ada di Undang-Undang Dasar Pasal 28 F.

Jadi, kesimpulan saya hentikanlah kekerasan yang berdasarkan apapun apalagi jika didasarkan agama. Tuhan tentu tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan lagipula setiap manusia berhak melakukan apapun untuk hidupnya ketika salah tentu resiko siap menanti.

Saya kira Indonesia adalah negara yang santun dan terkenal dengan ramah tamah maka jika banyak kekerasan di Indonesia siapa lagi yang akan percaya kalau negara ini aman.

Saya kira saya masih mencintai Indonesia dengan segala keunikan dan perbedaan yang ada, karena perbedaan itu indah, terimalah.

Saya kira kalau nonton dialog di televisi itu akan tertular dan terus bilang saya kira, mungkin karena kalimat yang dikeluarkan direkam media dan kurang yakin maka biar aman keluarkanlah kata "saya kira.."

Senin, 21 Juni 2010

Aku Punya Sepatu dan Sepatu Baru

Aku punya sepatu. Bagus. Aku suka dan semua orang bilang suka.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan tak ada yang pernah melihat.
Aku punya sepatu. Sobek disana-sini. Akan kubuang.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan kuberikan kepada orang lain.

Aku punya sepatu. Sobeknya sudah kutambal. Tak jadi kubuang.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan kuperlihatkan ke temanku.
Aku punya sepatu. Aku pakai dan sobek. Nanti kubuang.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan diambil orang.

Aku punya sepatu. Lubangnya kujahit. Kusimpan kembali.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan Aku tak suka.
Aku punya sepatu. Aku berjalan dan sobek. Akan kuberikan kepada orang lain.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan kakiku sakit.

Aku punya sepatu. Sobek dan digunakan orang lain. Akan kuberikan.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan hilang tanpa ku tahu.
Aku punya sepatu. Sobek lalu kutambal. Akan kusimpan.
Aku punya sepatu baru. Bagus. Aku suka dan aku berhenti.

Aku punya sepatu. Akan kubuang tapi kusimpan.

Minggu, 20 Juni 2010

Saling Menghormati, Saling Menghargai dan Saling Mengasihi

Pagi ini saya beli koran di depan rumah, lalu saya baca di salon. Ini adalah bagian pembuka paling penting. Koran yang saya baca adalah "Kompas". Saya tertarik membaca di bagian Tren yang tentang konsultasi psikologi, disana ada tulisan dengan judul "Sok Paling Kuasa Vs Realitas" yang ditulis oleh seorang Psikolog bernama Sawitri Supardi Sadarjoen. Saya pikir ini mulanya tentang politik ketika saya baca ternyata bukan dan ini saya ambil beberapa bagian dan mohon ijin kepada penulis ketika membaca tulisan ini.

"Dari bukti tatanan budaya manusia pada umumnya pun, posisi suami diletakkan lebih tinggi dari perempuan. Ungkapan lelaki pencari nafkah, pengayom keluarga, lelaki harus diladeni, lelaki penentu keputusan dalam keluarga, lelaki "seolah" mendapat pembenaran budaya untuk bersikap dominan dalam keluarga. Lelaki harus dihargai dan dibenarkan dengan cara apa pun untuk mempertahan tingginya harga dirinya dalam keluarga; lelaki selingkuh bahkan poligami tanpa seizin istri seyogianya dimaafkan; perempuan selingkuh harus diceraikan dan sebagainya."

"Ekses lanjut dari posisi tersebut, lelaki-suami sulit sekali meminta maaf bila bersalah, mau menang sendiri dan berbuat semena-mena, tanpa mempertimbangkan perasaan istri."

Yah, entahlah saya sedikit kesal membacanya atau kesal. Karena saya sering melihat yang seperti itu bahkan tidak sedikit orangtua yang bilang ke saya seperti itu. "Kamu harus nurut suami", "Suami harus diladenin", dan banyaklah. Saya pikir bukankah jika menikah maka sudah seharusnya saling menghargai dan saling menghormati bukan siapa harus nurut kepada siapa, perempuan juga berhak memilih bukan?

Nah, ini waktu itu saya lihat sepintas film televisi yang bejudul "Wagina Bicara" yang ditayangkan di SCTV. Disana ada kalimat yang saya tidak ingat persisnya tapi intinya ketika laki-laki selingkuh harus dimaafkan tapi kalau wanita maka akan dipersalahkan. Maaf kalau saya salah mengutip tapi yang saya tangkap begitu.

Ketika ada suami selingkuh akan ada banyak pihak yang bilang pasti istrinya enggak bener atau itu pasti dia digoda sama perempuan lain dan perempuan enggak bener juga, yang saya heran kenapa enggak laki-lakinya juga yang disalahin. Enggak semua seperti itu sih, tapi banyak yang saya lihat dan saya dengar juga.

"Saat ini kebanyakan perempuan berkeluarga, berkarya dan sekaligus berkarier, yang membuka peluang bagi perempuan untuk memperoleh penghasilan lebih tinggi, karya yang lebih berkualitas, dan karier yang lebih tinggi.

Sementara itu, justru dengan kondisi sosial-ekonomi yang dilanda krisis belakangan ini lelaki banyak terkena PHK, atau memang dasarnya malas berusaha dan menikmati hidup sebagai penganggur dan membiarkan perempuan-istri jungkir balik memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Ironisnya ungkapan-ungkapan keperkasaan tersebut tetap dipertahankan dan berlanjut dicari pembenarannya, lelaki-suami ingin diladeni lahir-batin, ingin diistimewakan, ingin di nomorsatukan dalam kehidupan berkeluarga".


Saya baca bagian ini sungguh kesal dan memang sangat ironis. Semoga tidak semua laki-laki seperti itu. Dan ini adalah penutup dari tulisan ini yang saya sangat suka.

"Jadi, masih bijakkah sikap kita terhadap masalah "sense of mastery" dalam era masa kini untuk tetap dibenarkan? Mengapa tidak mulai menempatkan posisi suami-istri sebagai mitra sejajar yang saling menghormati dan menghargai serta saling mengasihi tanpa pretensi apa pun, satu sama lain?"

Wow. saya benar-benar suka kalimat-kalimat terakhir. Saya sama sekali tidak bermaksud menyudutkan kaum lelaki atau mengangkat kaum perempuan karena saya yakin tidak semua seperti ini. Laki-laki dan perempuan itu masih makhluk ciptaan Tuhan dan sama-sama manusia, lebih indah kan jika tidak ada dominasi karena saling menghormati, saling menghargai dan saling mengasihi tentu lebih bahagia. Tuhan mengajarkan kita untuk melakukan itu bukan?

Kamis, 17 Juni 2010

Tentang Kejadian yang Mirip Artis

Beberapa hari ini terjadi kehebohan di dunia maya dan disamberlah juga dunia nyata. Tadinya saya tak terlalu peduli karena ya urusan orang lain itu tapi lama-lama saya pikir itu menyangkut kemanusiaan juga loh.

Jadi sebelumnya yang ramai diperbincangkan itu kan tentang tragedi kemanusiaan tentang penyerangan kapal relawan di Israel lalu muncul juga tentang dana aspirasi 15 miliar dan dua berita itu hampir tertutup dengan berita tentang video yang mirip artis.

Nah, yang bikin saya akhirnya menulis catatan ini adalah karena akhirnya saya tergugah. Saya membayangkan kalau saya jadi artis yang mirip di video pasti saya sedang dalam keadaan depresi.

Saya bingung sih sebenernya, saya bilang pengetahuan tentang agama saya minim tapi saya ingat pernah dikasih tahu kalau tidak boleh menyebar aib orang lain. Imbalannya sih kalau tidak disebar nanti aib kita ditutup juga tapi ini diumbar parah, dimulai dengan ada yang menyebar dan dilebih-lebihkan oleh berita di televisi yang bukan cuma di berita gosipnya selebriti yang bukan artis.

Lalu mempergunjingkannya orang lain juga tidak boleh kan, tapi ini hampir semua membicarakan termasuk saya ini menulis ini. Maksud saya disini bukan mempergunjingkan sih hanya mengungkapkan isi hati.

Saya yakin semua orang pasti punya masalah, ketika masalah kita enggak ada yang tahu aja sudah bikin hati enggak enak. Nah ini sebenarnya masih belum jelas karena "mirip" tapi semua orang sudah membicarakan bahkan menjatuhkan. Saya sih membayangkan kalau jadi artis yang mirip itu pasti perasaannya sangat enggak enak. Semoga mereka diberikan kesabaran yang sangat tinggi karena saya simpati.

Kalau dibuka mata lebar-lebar hal seperti ini bukankah sudah menjadi rahasia umum. Rahasia banyak yang tahu tapi banyak yang memilih untuk diam. Jujur saja ya, banyak kan yang hamil di luar nikah bukan menyalahkan mereka juga toh mereka juga menerima resiko masing-masing tapi ini menurut saya sudah terlalu luas dan berlebihan.

Kenapa saya bilang berlebihan, karena ada pihak yang mau memboikot dengan alasan cacat moral atau apapunlah kata-kata yang tidak seharusnya di televisi ataupun di obrolan sehari-hari.

Misalnya itu video beneran saya ya, saya udah merasa bersalah dan berdosa ditambah kata-kata jahat dari orang lain lama-lama mungkin saya bisa depresi tingkat tinggi.

Maka, jika ini sudah masuk ke proses hukum. Sudahlah, biar hukum yang menjalankan jangan ditambah dari hal-hal lain yang semakin memberatkan mereka. Saya yakin mereka hidupnya sudah berat sekali padahal baru mirip loh.

Dan jika ada yang mau bicara tentang dosa, maka biarlah itu menjadi hubungan antara mereka dengan Tuhannya yang sesuai dengan agama mereka masing-masing. Lagi-lagi saya bilang agama saya minim tapi masalah dosa itu hubungan manusia dengan Tuhan.

Jadi, biarlah. Bayangkan perasaan mereka yang mirip di video, saya membayangkan dan fiuh! Berat!

Entahlah, saya simpati dengan mereka. Serius. Karena saya pikir ucapan itu kadang sangat jahat. Karena tanpa sadar itu adalah penindasan atau bahasa kerennya pembunuhan karakter dan tanpa sadar juga orang-orang yang ingin tahu lalu membicarakan mereka dengan negatif sudah melakukan hal yang sangat jahat.

Yah, ini memang asli yang saya pikirkan saja. Kalau ada pihak yang tersinggung saya minta maaf.

Selasa, 15 Juni 2010

Laki-laki Luka

TEK!

Mataku terbuka. Dan aku lihat sesosok laki-laki jelek dengan banyak borok di sekujur tubuhnya. Jelek sekali. Aku ingin mendekatinya tapi bau badannya membuatku ingin muntah.

Luka besar yang ada di perutnya itu mengeluarkan lendir dan lendir itu yang mengeluarkan bau teramat parah. Bau busuk! Aku jijik melihat laki-laki itu.

Aku hanya berdiri di dekat laki-laki itu, hanya beberapa langkah saja aku bisa mendekati dan membantunya. Tapi itu tidak kulakukan karena aku tidak tahan bau. Maka kuperhatikan saja dia.

Banyak orang-orang lewat dan sebagian membantu menutupi lukanya. Tak jarang juga ada yang hanya melihat sambil menutup lubang penciumannya. Bahkan ada yang memberikan tatapan hina.

Mungkin aku akan membantunya. Mungkin. Ah! Kenapa aku berpikir seperti itu. Dia bau busuk bahkan melebihi bau kotoran.

Setiap hari aku berada disana tanpa melakukan apa-apa. Setiap hari dia semakin bau dan boroknya sudah menyebar hampir menutupi tubuhnya. Aku tidak dapat mengingat.

Aku tertidur. Aku bermimpi. Racun. Banyak. Besar. Tumpah. Teriak. Sampah. Gelap.

Aku kesal. Aku tidak dapat mengingat apa-apa. Aku akan menolongnya. Nanti. Ketika kudengar suara keluar melewati kedua bibirnya.

Selasa, 08 Juni 2010

Diam

Senin, 07 Juni 2010

Sore ini aku melihat gadis kecil

Seorang gadis kecil sedang bermain di halaman rumahnya, manis sekali dengan mengenakan baju terusan berwarna biru muda sewarna dengan langit kala itu. Rambutnya sebahu dengan acak-acakan alamiah menambah manis senyumnya.

Dia membawa tiga batang daun muda bukan bunga, bibirnya melebar ketika orang yang ditunggu datang. Manis sekali. Semakin orang itu mendekat senyumnya semakin manis. Mungkin orang istimewa.

Dekat. Dikecupnya kening gadis itu dan gadis itu tertawa lebar seraya memberikan daunnya muda tiga batang itu. Gadis itu lalu menggenggam tangan pria itu menariknya dengan keras agar mengikutinya.

Mereka duduk di taman dekat sana. Gadis itu tak henti berbicara, dari raut wajahnya kulihat dia sangat bergembira dan pria itu hanya tersenyum mendengar ocehan sang gadis.

Sore semakin gelap, lambat laun terdengar suara Ibu gadis itu memanggil untuk menyuruhnya makan. Lalu keluarlah wanita mungil itu dari kamarnya.

Minggu, 06 Juni 2010

Apakah batu bahagia?

Aku melihat batu. Batu yang sangat besar di tepi sungai itu. Di kelilingi dengan batu kecil di sekitarnya. Apa yang dirasakan batu?

Apakah dia bahagia terus dialiri arus air yang tenang pada musim kemarau atau dia lebih senang pada arus deras pada musim hujan? Apa dia merasa bahagia?

Apakah dia merasa bahagia saat banyak ikan melewatinya denga berbagai warna atau dia bahagia saat tidak ada ikan karena manusia sudah mengambilnya? Apa dia merasa bahagia?

Apakah dia bahagia melihat banyak manusia mendirikan kemah di sekitar sungai yang mengalirinya atau saat tak ada seorangpun manusia disana? Apa dia merasa bahagia?

Apakah dia bahagia dialiri oleh sampah-sampah sisa manusia yang bermalam atau dia bahagia ketika air sangat jenih sehingga semua bisa melihatnya? Apa dia merasa bahagia?

Apa dia merasa bahagia? Dia hanya sebongkah batu besar yang kulihat. Apa ketika aku kembali aku akan melihat batu yang sama atau batu lain yang sama besarnya?

Aku hanya ingin bertanya "Apakah batu bahagia?"

Sampai Jumpa!!

Hari ini aku bertemu banyak orang di sepanjang perjalananku.

Dini adalah orang pertama yang kutemui. Seorang yang sangat baik dan tolol. Memang aku pikir begitu, dia pun tak tahu kalau aku membicarakannya maka kubilang dia tolol. Kupikir dia sekitar 30 tahun, dengan kulit hitam manis dan senyumnya yang manis, dia sangat santun tapi dia tolol karena tidak pernah marah sekalipun orang bersikap keterlaluan padanya. Mungkin dia akan bahagia suatu saat nanti, tapi hanya mungkin atau dia bahagia dengan ketololannya.

Aku menyudahi perbincangan dengan Dini yang semakin membuatku kesal. Aku meninggalkannya dengan pikiran masih tolol itu. Aku hanya berjalan dan berjalan entah langkahku ini akan menuju kemana, lalu kulihat banyak pohon rindang di ujung jalan. Langkahku semakin cepat hatiku ingin tahu apa dibalik daun-daun yang lebat. Disana kulihat ada dua bocah sedang bermain aku duduk di dekat mereka.

Tio, bocah ini sekitar tujuh tahun dengan gigi hitam dan bolong dimana-mana. Karena kesukaanya memang makan yang manis-manis. Tio sangat gemar mengganggu adiknya Cilla, yang sangat lugu dan penurut. Tio sering sekali membuat Cilla menangis, tapi Cilla pun tak pernah marah dia hanya menangis.

Tak jauh dari bocah-bocah ini aku melihat ada sepasang manusia duduk di dekat kolam. Ah! Bahagia sekali kupikir di usia yang tidak bisa dibilang muda tapi mereka masih berdua. Maka kudekati dan berusaha mencari obrolan dengan mereka.

Jadilah brolan sore hari yang sedih dengan seorang perempuan berusia senja yang menikmati kesedihannya. Dia pikir kesedihan itu tidak dapat ditolak maka dinikmati sampai nanti dia menemukan kebahagiaanya yang dikatakannya pun mungkin.

Lalu, beranjak pulang di malam hari ditutup dengan obrolan panjang dan menarik dengan suami perempuan tadi. Bapak ini pengalamannya banyak, banyak pula yang diceritakan. Dia sudah sangat kuat dan tegar dan ada lagi sorot kesedihan di matanya walau aku mendengar pengalaman yang sangat menyayat jika aku mengalaminya. Dia suadah mati. Dia hanya sudah tahu apa yang harus dia lakukan dan dia melakukan dengan sangat baik dan sabar.

Hari ini sungguh melelahkan. Tapi aku senang dengan obrolan dengan mereka yang membuatku merasa bermakna dengan adanya mereka. Sampai jumpa lagi.

Gelap

Kedua kelopak mataku saling menjauh dan aku bisa melihat sekitarnya yang awalnya buram. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku hanya diam. Hal yang pertama kali kusadari adalah aku tidak tahu berada dimana.

Aku mencoba duduk dengan menggunakan dorongan keras dari kedua tanganku karena kepalaku berat sekali. Entah apa yang terjadi. Sepertinya aku berada di hutan dengan cahaya yang menyilaukan, mungkin ini masih pagi.

Aku berdiri. Kusandarkan tubuhku ke pohon di sebelah kiriku. Di depan ada jalan lurus yang sangat terang. Jantungku berdegup. Tiba-tiba langkahku ringan ke arah cahaya itu.

Aku melangkah, semakin cepat tak ada ujung pikirku dan ujungnya semakin gelap. Gelap. Aku tak dapat melihat apapun disana. Aku kembali terdiam dan berpikir apa yang terjadi padaku sehingga aku berada disini.

Oh. Sial. Aku bahkan tak ingat siapa aku dan aku tak mengerti apa yang kupikirkan. Dan semua gelap, tak ada hutan tak ada cahaya. Semua hanya gelap. Hanya ada aku yang akupun tidak dapat melihat. Aku rasa aku masih ada.

Rabu, 02 Juni 2010

Ina, Pergi dan Melewatiku

Ina sedang termenung sendiri di bawah tangga. Entah apa yang dia pikirkan, hanya dia yang tahu. Aku tertarik melihat tingkah lakunya yang selalu berganti selang beberapa menit.

Alisnya di kerutkan pandangan matanya kosong dengan bibir merapat. Dua menit kemudian matanya berkaca-kaca dengan tangan berada di dahinya. Setelah kulihat lagi dia menitikkan beberapa tetes air yang langsung diseka oleh tangan kanannya. Lalu pandangannya lurus ke depan dan dia tersenyum.

Sungguh perilaku yang aneh. Terakhir dia menghela napas panjang dan menoleh ke arahku, rupanya dia sadar. Tapi dia tiidak berbicara apa-apa akupun tidak.

Aku tidak dapat mengira-ngira apa yang akan dia lakukan nanti. Sudah, kudiamkan saja dia tapi dia malah mendekat ke arahku yang hanya bungkam. Aku takut. Dia pasti marah, walau aku tak tahu apa salahku.

Apa aku salah memperhatikan dia, sepertinya tidak. Dia semakin mendekat dan tubuhku menjadi gemetar. Aduh, aku harus bilang apa kalau ditanya. Lalu dia berhenti sejenak, melihat lagi ke arahku. Tenang rasanya.

Matanya dipicingkan dan iya mengatur letak kacamatanya. Lalu dia mempercepat langkahnya dan melewatiku. Aku tidak mengerti.