Minggu, 30 Agustus 2009

Aku Mati

Aku selalu ingin membunuhnya, setiap saat aku melihatnya yang ada dipikiranku hanya ingin menghilangkan nyawa orang itu. Jadi, lebih baik aku tidak melihatnya lagi. Lebih baik tidak melihatnya lagi.

Hari itu tanpa sengaja aku melihatnya, aku melihatnya tertawa. Entah kenapa aku ikut tertawa dan ingin membunuhnya. Tanpa kusadari aku mengambil gunting dari dalah tas hitamku dan aku berjalan perlahan mendekatinya.

Dia belum mengetahui keberadaanku dan tetap tertawa saja, aku menarik bibirku agar muncul sebuah senyum yang manis. Aku tersenyum dan menepuk pundaknya lalu dia menoleh ke arahku dan memberikan sebuah senyum yang manis bagi orang lain tapi tidak bagiku.

Aku memberikan sebuah pelukan hangat dan keluarlah cairan hangat dari tubuhnya, cairan berwarna merah pekat dan berbau. Dia masih tersenyum dan menatapku. Aku kembali memberikan senyuman kepadanya.

Aku bahagia karena dia akan segera mati, mati dan menghilang dari kehidupanku tapi dia mendekati telingaku dan membisikkan sesuatu. Lalu entah, aku yang tidak dapat bernapas lagi. Aku mati. Aku masih ingin membunuhnya.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Tulus (hingga) Imbang

Saya sedang menikmati masa-masa sendiri saya. Sendiri disini waktu saya dengan saya yang benar-benar sendiri sehingga saya bisa berpikir jenih tentang saya tidak dengan perasaan.

Saya akhirnya atau sementara berpikir jernih tentang kemanusian atau lebih tepatnya tulus. Saya benci dengan segala macam bentuk bohong walaupun kadang saya suka bohong demi saya karena pada ujungnya pun manusia egois.

Semua tahu karena pada akhirnya tentang kasih saya sesama manusia adalah hal penting dibalik semua tentang profesionalisme atau apapun. Karena hanya hal itu yang tidak dapat diukur dan tidak mungkin bohong.

Menerima manusia apa adanya adalah hal yang paling indah menurut saya karena rasa itu tulus dan bisa dirasa walaupun sedikit mistis karena wujudnya tak terlihat.

Sudah tidak perlu alasan mengenai ketulusan. Sudahlah hal itu tidak usah dipertanyakan. Karena ketulusan menyebabkan orang dapat berbuat lebih untuk dirinya bahkan untuk orang lain.

Saya memang tidak sempurna karena akan ada yang menyempurnakan dan menutup semua yang tidak saya punya karena hidup pasti seimbang kan. Itu adil dan bukan berarti sama.

Karena seperti kata pepatah saya punya jalan sendiri, dan kamu punya jalan sendiri dan sebagai jalan yang sama atau jalan yang benar itu tidak benar-benar ada karena proses tiap orang berbeda dan janganlah mengganggu jalan orang lain karena tiap orang pasti punya tujuan sendiri.

Saya diam bukan tak tahu atau tak mau tapi saya diam karena kadang ini jalan saya dan saya punya tujuan. Tujuan saya hanya saya yang tahu karena seperti kata Sherlock Holmes perencana terbaik hanya dia yang tahu rencananya.

Jadi, saya akan tulus menerima apa adanya sambil menunggu ketulusan yang ada sehingga ketulusan kami menjadi yang seimbang dan menimbulkan perasaan yang nyata karena semua itu tidak lagi butuh alasan.

Sabtu, 22 Agustus 2009

Rumahku Kosong

Aku mengambil benda perak itu di tempat biasa semua orang menaruhnya, lalu memasukkannya ke tempat yang tepat. Tangan kananku meraihnya dan mendorongnya kebawah, setelah itu aku melihat sebuah ruangan yang gelap dan sepi.

Aku mencari benda berwarna putih agar ruangan itu bisa kulihat. Sinar itu menyilaukan, mataku berkedip karena kaget. Aku bisa melihat semuanya dan isinya kosong. Mataku dapat melihat tapi aku tidak dapat melihat apa-apa.

Aku mulai melangkah, kulihat sekitar dan isinya tetap kosong. Lalu aku menuju ke ruangan terdekat, itulah kamar adik bungsuku. Dulu, aku selalu melihat dia tertawa. Dia adalah sosok laki-laki yang ceria yang selalu mencari apa yang baru dan dia sangat penuh kasih sayang.

Lalu aku menuju ke ruangan berikutnya, itu adalah kamar kakakku. Aku sering mengintip kakak perempuanku itu karena dia adalah orang yang tidak suka diganggu. Dia sangat suka melukis dan mendengarkan lagu.

Aku beranjak ke kamar orangtuaku. Oh, aku sangat merindukan mereka. Mereka selalu mendukungku dan memberikan kasih sayang yang penuh. Mereka selalu ingin berada di antara orang yang mereka kasihi.

Terakhir, kamar yang paling ujung. Kamar berpintu coklat dengan cat berwarna hijau itulah kamarku. Aku bisa melihat benda-benda yang ada didalam. Letaknya sama seperti terakhir kutinggal isinya penuh dengan boneka-boneka kesukaanku.

Sekarang aku benci semua itu karena mereka meninggalkan aku sendiri dan aku sepi. Mereka tidak lagi mendengarkan aku bahkan mereka tidak lagi menganggapku ada. Padahal terakhir kulihat aku hanya tidur ditemani benda yang berbunyi dengan satu nada. Setelah itu aku bangun lagi dan kembali kerumah, tapi tidak ada lagi yang mendengarku.

Senin, 17 Agustus 2009

Aku peduli tapi tidak lagi

Aku melihat seekor tikur berlari. Berlari dengan sekuat tenaga. Wajahnya ketakutan tapi tersenyum. Biadab. Dulu aku sering mengejarnya dan selalu ingin membunuhnya. Tapi sekarang tidak, aku hanya membiarkannya berlarian di sekitarku. Aku peduli tapi tidak lagi.

Tikus itu menjijikan sekarang. Tidak waktu kutemukan dahulu. Warnanya coklat dan bersih. Setiap hari kuberi makan. Apa saja yang ada dalam lemari es. Kalau aku sedang irit kuberi sisa makananku. Aku baik padanya. Tapi tikus itu menjijikan sekarang.

Dia berkali-kali kulihat mencuri makanan dari lemari es bahkan makanan dari teman-temanku yang berkunjung. Sungguh kurang ajar. Aku peduli tapi tidak lagi.

Tikus itu selalu berulah ketika sudah tahu seluk beluk rumahku. Bajingan. Dia memakan makananku, menggigit bajuku bahkan tidur dikasurku. Semua dilakukan tanpa izin dariku, benar-benar keterlaluan.

Sekarang tak kuurus lagi. Dia menjadi kotor dan warnanya pun menghitam. Dia tak ingin aku izinkan ke rumahku lagi. Biar saja diurus orang lain. Tikus itu tak tahu diri. Aku peduli tapi tidak lagi dan tak perlu takut.

Minggu, 16 Agustus 2009

Manusia Terakhir

Lucu rasanya melihat teman-temanku terus saja tertawa mereka seperti tidak punya masalah. Mereka terus memanggilku untuk ikut tertawa bersama mereka dan aku sangat menyukainya.

Hari itu seperti hari terakhir bersama mereka karena aku sangat bahagia dan tidak ingin melepaskan kebahagiaan itu. Sampai akhirnya aku pulang ke tempat laknat itu lagi. Tempat yang tidak ingin aku kunjungi tapi aku harus. Aku harus memuaskan tatapan-tatapan nafsu itu dengan senyumanku. Senyuman yang datang dari bibirku.

Seorang laki-laki sudah menungguku, aneh. Kali ini sangat tampan dan dia memiliki aroma yang sangat kukenal tapi aku tidak dapat mengingat. Aroma ini, ah entahlah. Mungkin aroma yang biasa kuhirup setiap hari dari berbagai lelaki yang datang. Aku tak mau ambil pusing toh dia akan melupakanku dalam sekejap.

Dia menungguku dua jam, entah apa yang ada dipikirannya padahal masih banyak wanita disini dan akupun bukan yang tercantik. Tapi tak apalah sudah hampir setengah perjalanan aku tidak menemukan sosok yang rupawan.

Dia tidak banyak bicara. Dia langsung menghampiriku, melihatku dari atas sampai bawah dan berhenti di tengah, memang dasar laki-laki. Lalu dia mengambil tanganku sembari berjalan menuju ruangan yang selalu kugunakan.

Aroma ini. Aku merasa sesuatu tapi aku tidak dapat berpikir. Kulayani saja dia dengan sangat baik tentunya. Dia tersenyum dan mengambil sesuatu dari tasnya mendekatiku dan dalam sekejap aku dapat melihat diriku terbujur kaku.

Sebelum itu aku mendengar suara letupan kencang. Aku melihat sesuatu dalam rahangku dan aku mengenali itu sebuah timah panas bersarang disana. Aku melihat dia tertawa dan berbisik "aku kembali" dan aku ingat suara itu. Lalu dia menemaniku melihat dua sosok yang tidak dapat bernapas lagi.

Terbakar

Malam itu semua hilang, semua yang sudah dibangun dengan susah payah. Bangunan itu hancur, bangunan yang kubangun dengan keringat dan air mataku. Yang terakhir kulihat semua berwarna merah dan panas.

Bangunan itu juga kubangun dengan mimpi-mimpi inidah yang tadinya kurasa aku tak sanggup untuk memulainya. Sampai akhirnya aku berani untuk bermimpi dan berusaha mewujudkan itu.

Pintu berwana merah pekat, dengan cat dinding berwana hijau muda. Lalu kamarku sendiri berwarna merah muda, seperti hatiku waktu aku memulainya. Tempat yang nyaman selalu aku cari disaat sedih dan senang apaplagi disaat aku merasa sendiri. Selalu saja membuatku kembali hidup.

Dari bangunan itu aku menemukan banyak cerita dan pelajaran berharga sehingga membuat hidupk menjadi lebih bermakna. Tapi malam itu kulihat warna merah itu berubah menjadi hitam dan abu-abu.

Benda merah itu seakan marah padaku dan meghancurkan semua mimpiku. Aku hanya terus menatap dan berharap itu kembali. tapi semua disekitarku bilang jangan. Lebih baik itu hancur karena sudah saatnya dan baiknya aku membangun yang baru, yang lebih indah.

Sabtu, 15 Agustus 2009

Ayah dan darah

Ketika aku sedang bermain dengan teman-teman, ketika itu juga hujan turun. Tapi hujan kali itu tak menghentikanku yang sedang asyik. Hari itu aku sangat gembira, karena mereka membantuku menghilangkan luka yang perih saat aku jatuh kemarin.

Aku sedang bermain dengan riangnya, tiba-tiba salah satu temanku mendorongku hingga aku terjatuh. Kaki dan tanganku luka-luka dan muncul cairan berwarna merah yang membuatku menangis. Aku takut darah, entah apa yang membuatku takut tapi cairan itu membuatku selalu menangis walau kadang rasanya tidak sampai membuatku menangis.

Waktu itu aku melihat banyak warna merah, warna merah pekat itu keluar dari sesosok tubuh dihadapanku. Dia menatapku, tangannya berusaha meraihku dan ucapannya terbata-bata. Aku tak dapat mengerti maksudnya, tapi hari itu tubuhnya dipenuhi darah.

Tatapan kosong, lutut lemas dan kakiku seakan dipaku diatas lantai berwarna coklat itu, aku hanya diam menatapnya. Lalu datang seorang pria, menarikku pelan dan membisikkan sebuah kalimat "dia sudah tenang". Kalimat yang tidak dapat kumengerti, karena aku tidak melihat ketenangan di tubuh besar itu.

Setelah itu aku tidak ingat apa-apa agi. Selain aku takut darah dan keesokkan harinya aku melihat adikku dimasukkan kedalam sebuah lubang dengan banyak orang menangis tapi ayahku tersenyum.

Rabu, 12 Agustus 2009

Pertarungan melawan makhluk aneh

Sesosok makhluk buas dan ganas tiba-tiba muncul dihadapanku. Entah muncul darimana aku tidak tahu, tapi dia kelihatan senang karena berhasil membuatku takut.
Aku tak bisa berkata apa-apa, lututku lemas, jantungku berdetak dengan sangat kencang, kelenjar ketingat dalam tubuhku bekerja dengan sempurna dan entah kenapa aku menangis. Aku merasa tidak ada yang dapat kulakukan.Aku sangat takut dan aku kesal karena merasa tidak dapat menolong siapapun.

Makhluk itu semakin mendekat dan sudah menyentuhku, dia seperti mempermainkan aku dan aku hanya bisa menangis meraung-raung. Dasar makhluk sialan, hardik ku dalam hati. Ini tidak dapat dibiarkan karena dia terus mengganggu tapi aku sangat takut tidak bisa melawannya.

Aku mencari pertolongan, apapun dan siapapun yang kupikir bisa mengalahkannya. Aku tidak bisa lagi berada dekat makhluk itu. Dia sangat menjijikkan dan membuatku mual. Bangsat.

Aku harus menguatkan diriku agar dia takut padaku, tapi apa mungkin. Tubuhnya dua kali lipat tubuhku dan giginya seakan siap untuk menerkam. Sial. Tapi kalo aku tidak bertindak aku pasti mati. Mati, sesuatu yang menenangkan sepertinya, untukku tidak dengan cara seperti ini. Karena aku masih bisa melawan.

Baik. Ini saatnya. Tunggu kau makhluk aneh, aku akan melawanmu. Kamu akan mati ditanganku. Tuhan, berikan aku kekuatan untuk melawan makhluk menjijikkan itu. Dalam sekejap, aku sudah berada dibelakangnya dengan tangan kosong, kugigit kakinya yang penuh luka lalu kujambak rambutnya yang berwarna hijau. Dia bau, aku hampir muntah berada di dekatnya.

Yak. Aku berhasil membuatnya terjatuh. Mampus kau!! eh, tapi dia mendekatiku dan tersenyum. Hah?
lalu bayangannya menjadi tipis dan menghilang. Hilang.